notarisdanppat.com – Sistem bisnis Waralaba saat ini semakin jamak dijumpai di seluru ning kemajuan perekonomian nasional serta pertumbuhan masya nengah di tanah air.
Model bisnis dari luar negeri ini berkembar dinilai banyak memiliki keunggulan antara lain dapat mempercepat serta dapat menjadi wahana pertumbuhan pengusaha baru di tanah baru yang belum berpengalaman dapat bergabung di jaringan warala menjadi Penerima Waralaba (franchisee) sehingga bisa meminimalkan resiko bisnis
Bagi para pelaku ekonomi kreatif, waralaba dapat menjadi wahana ekspansi
yang menguntungkan. Saat ini banyak anak muda yang berhasil mengemban bisnis waralaba di tanah air dengan hanya berbekal kreativitas dan inovasi.
M adalah individu hebat yang berhasil membuktikan bahwa modal kekayaan intel jauh lebih penting dibandingkan modal harta benda, jabatan, dan status sosial Pemerintah Indonesia pun kini semakin menyadari pentingnya pengembangan bisnis waralaba sebagai sarana untuk memberdayakan pengusaha lokal dengar membatasi gerai waralaba yang dapat dimiliki sendiri.
Kebijakan ini diharapkan mendorong perusahaan Pemberi Waralaba menggaet sebanyak mungkin mitra lokal. Tidak hanya itu, pemerintah juga mewajibkan perusahaan waralaba
menggunakan produk dalam negeri minimal 80% dari produk yang dijual.
Format bisnis waralaba saat ini semakin banyak diterapkan oleh para pelaku bis Indonesia. Model bisnis dari Amerika Serikat ini dinilai sesuai dengan karakter Indonesia yang berjiwa gotong royong dan suka menjalin kemitraan usaha de pihak lain.
Para pelaku usaha dapat menggunakan cara waralaba untuk melal ekspansi usaha, sebab cara ini dipandang lebih mudah dan lebih cepat dibandi membuka cabang usaha yang membutuhkan modal dan risiko lebih besar.
Pelaku usaha yang telah terbukti memiliki sistem bisnis yang teruji dan mampu datangkan keuntungan, dapat mengembangkan usaha dengan menjadi Pe Waralaba (franchisor). Pemberi waralaba selanjutnya dapat mengembangkan jar bisnis dengan cara mencari mitra usaha sebanyak mungkin.
Dengan cara dem para pemberi waralaba akan mendapatkan keuntungan berlipat dari royalti yang yarkan oleh para mitra usaha selaku penerima waralaba (franchisee). Hal inilah mendasari pemakaian istilah “waralaba” yang artinya “lebih untung”.
Pemberi waralaba pada umumnya mendapatkan dua macam penghasilan b- “royalty fee” dan “franchise fee”. Biaya royalti (royalty fee) adalah royalti yang ima Pemberi Waralaba atas jasanya memberikan lisensi HAKI dan biasanya berbe persentase tertentu dari omzet gerai waralaba per bulan.
Sedangkan biaya war (franchise fee) sejatinya adalah royalti yang diterima Pemberi Waralaba atas jas memberikan lisensi Sistem Bisnis dan biasanya harus dibayarkan sekaligus di r oleh Penerima Waralaba pada saat membuka gerai waralaba.
Investasi dalam bidang HKI juga dapat dilakukan dengan cara memberikan lisens kepada pihak lain sehingga kita bisa mendapatkan penghasilan dalam bentuk ro Royalti atau penghargaan yang kita terima tersebut bisa berbentuk uang maupur rang, tergantung kesepakatan dalam kontrak lisensi.
Namun demikian, jika kita i mendapatkan penghasilan yang jauh lebih besar lagi, maka kita (sebagai pemilik
juga bisa bertindak selaku pemberi waralaba (franchisor) yang dapat “mew kan HK) dan Sistem Bisnis kepada pihak lain. Sistem Bisnis sebenarnya adal satu wujud dari HKI berbentuk Rahasia Dagang,
Waralaba terkait erat dengan pemanfaatan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Hak Merek dan Rahasia Dagang Lisensi Waralaba pada prinsipnya mengandu Si HKI (terutama Hak Merek) dan lisensi Sistem Bisnis (Rahasia Dagang).
Pela yang ingin menjadi Pemberi Waralaba (franchisor) maupun Penerima Warala chisee) terlebih dahulu harus mengurus izin berupa Surat Tanda Pendaftaran V (STPW). Pada saat mengurus izin STPW, Pemberi Waralaba harus meny Prospektus Waralaba, sedangkan Penerima Waralaba harus menyerahkan Pe Waralaba yang dibuat bersama Pemberi Waralaba,
Para pelaku ekonomi kreatif adalah juga pemilik HKI yang dapat mengemb usaha melalui format bisnis waralaba.
Pemilik HKI (pencipta, penemu, pen memiliki hak eksklusif (hak istimewa) untuk memanfaatkan sendiri HKI-nya ata ajak pihak lain bekerja sama dalam bentuk perjanjian lisensi atau perjanjian w Pemilihan format bisnis waralaba saat ini sudah jamak dilakukan di berbagai su ekonomi kreatif seperti kuliner, musik, film, acara televisi, dan lain-lain.
Pe lisensi HKI sebaiknya diikuti pemberian lisensi Sistem Bisnis sehingga pemanfaa oleh pihak lain tidak sampai merusak reputasi HKI tersebut.
Jika kita punya Hak Merek maka kita dapat memberikan lisensi (semacam ha atas merek kita kepada pihak lain.
Pemanfaatan hak merek oleh pihak lai menghasilkan keuntungan berupa royalti. Namun cara ini sering dapat menir masalah tatkala rekanan kita tidak mampu menjalankan sistem bisnis yang kita daki, sehingga dapat merusak reputasi merek kita di mata konsumen. Untu atasi hal ini maka kita dapat mengembangkan sistem bisnis Waralaba di m memberikan lisensi Hak Merek sekaligus lisensi Sistem Bisnis
Waralaba (franchise) secara sederhana dapat dirumuskan sebagai berikut:
Berdasarkan rumusan sederhana tersebut dapat disimpulkan bahwa Warala chise) terdiri atas dua unsur utama yaitu HKI dan Sistem Bisnis.
HKI yang pad nya dipakai di bisnis waralaba adalah Hak Merek dan Hak Cipta, sedangka Bisnis yang dipakai di bisnis waralaba dilindungi oleh Hak Rahasia Dagan Bisnis adalah tata cara menjalankan bisnis waralaba yang telah dibakukan C diikuti oleh para mitra usaha selaku penerima waralaba.
Format bisnis waralaba terbagi menjadi dua macam yaitu Wate Waralaba Sistem Bisnis Pemilik Waralaba Merek hanya memberikan pada para mitranya tanpa mewajibkan para mitra usaha menerapkan sd yang ditetapkan pemberi waralaba.
Contoh Waralaba Merek salah usaha jasa Titipan Kilat (TIKI). Di sisi lain, dalam Waralaba Sistem Bisnis feonto jasa penitipan JNE), para mitra tidak hanya menerima lisensi merek, tetap y menerapkan sistem bisnis yang ditetapkan oleh pemilik waralaba,
Sistem bisnis waralaba terbukti ampuh mempercepat perkembangan ekor tif di negara maju seperti Amerika Serikat (AS) dan Inggris.
Banyak waralata dari AS yang mampu menguasai pasar global, contohnya McDonald’s, KFC, P Dunkin Donuts, Starbucks, dan lain-lain. Waralaba acara televisi dari AS dan kini juga banyak merambah dunia pertelevisian seperti American Idol, Berita Talent, The Voice, X-Factor, Got to Dance, MasterChef, Hell’s Kitchen, dan lain
Meksiko dan Filipina yang sama-sama tergolong negara berkembang seperti Indore juga mampu mengekspor waralaba acara televisi. Meksiko berhasil menjual a “Mamamia” dan “Akademi Fantasi” ke televisi Indonesia. Sedangkan Filipina su menjual acara “Eat Bulaga” ke sejumlah televisi Indonesia. Fakta ini semestinya sa
memacu para pelaku industri kreatif nasional agar mampu bersaing di level inter nal mengingat banyak acara televisi di tanah air yang tak kalah bermutu dengan dari luar negeri. Contohnya, kita punya acara kuis televisi terkenal “Berpacu Melodi” dan “Kuis Siapa Dia” yang dapat kita jual ke mancanegara, sebab acara tersebut sangat menghibur dan memiliki keunikan
Semua subsektor ekonomi kreatif pada dasarnya dapat dikembangkan menjadi waralaba asalkan kita mau dan bersungguh-sungguh Beberapa subsektor ek kreatif sudah berhasil dikembangkan menjadi bisnis waralaba, misalnya kuline en/mode, musik, seni pertunjukan, acara televisi, kerajinan, fotografi, video, l komputer, permainan interaktif (games), percetakan digital dan litbang.
Sistem bisnis waralaba mulai dikenal di Indonesia pada tahun 1950-an, denga culnya dealer kendaraan bermotor melalui pembelian lisensi. Perkembangan kedua dimulai tahun 1970-an, dengan dimulainya sistem pemberian lisensi plus na pihak penerima waralaba tidak hanya bertindak sebagai penyalur (dealer/ tor/agen), namun juga memiliki hak untuk membuat produk
Perkembangan bisnis waralaba sangat dipengaruhi faktor kepastian hukum da dungan hukum. Di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, dan bisnis waralaba berkembang pesat karena adanya kepastian hukum dan perlin hukum yang kuat dari negara yang meliputi dua hal:
a. perlindungan hukum terhadap jaringan bisnis waralaba, dan b. perlindungan hukum terhadap Hak Kekayaan Intelektual (HKI).
Perlindungan hukum terhadap jaringan bisnis waralaba di Indonesia mula sejak diterbitkannya Peraturan Pemerintah RI atau PP Nomor 16 Tahun 1 tang Waralaba (PP No. 16/1997), serta Surat Keputusan Menteri Perindus Perdagangan RI Nomor 259/MPP/KEP/7/1997 tentang Ketentuan Tata Cara Pel
Pendaftaran Usaha Waralaba (SK Menperindag No. 259/1997). Saat ini perlindungan hukum terhadap kegiatan bisnis waralaba di Indone dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 42 Tahun 2007 tentang waralaba (PP serta Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 53/M-DAG/PER/8/2012
Penyelenggaraan Waralaba (Permendag No. 53/2012).
Di samping itu, aspek HKI yang ada dalam bisnis waralaba juga telah dilin dasarkan UU HKI yang meliputi: UU Hak Cipta (UU No. 28/2014), UUN Indikasi Geografis (UU No. 20/2016), UU Paten (UU No. 13/2016), UU Desa (UU No. 31/2000), UU Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (UU No. 32/2000), L Dagang (UU No. 30/2000), dan UU Perlindungan Varietas Tanaman (UU No.29/2000
Perkembangan jaringan bisnis waralaba di Indonesia saat ini sudah tergolong dan melibatkan pemberi waralaba (franchisor) dari luar negeri maupun dari d negeri.
Jaringan waralaba asing di Indonesia berkembang pesat antara lain k digunakannya strategi khusus yaitu penunjukan mitra perusahaan Indonesia yang skala nasional sebagai penerima waralaba (franchisee) sekaligus sebagai pember ralaba lanjutan atau yang dikenal dengan istilah Master Franchisee.
Melalui Master Franchisee, jaringan Waralaba Asing dikembangkan ke berbagai i Indonesia. Master Franchisee adalah Penerima Waralaba Asing yang menkan hak dari Pemberi Waralaba Asing untuk menunjuk pihak lain sebagai PerWaralaba Lanjutan. Master Franchisee disebut juga Pemberi Waralaba
Dengan adanya Master Franchisee, maka Pemberi Waralaba Asing tidak perlu susah payah membangun jaringan usaha sendiri di seluruh Indonesia,
Dalam menunjuk Master Franchisee, Pemberi Waralaba Asing sering me syarat penyaringan calon mitra yang ketat dan mahal sehingga tidak sembara sahaan nasional dapat diterima sebagai Penerima Waralaba Utama sekaligus Waralaba Lanjutan di suatu negara.
Para calon mitra usaha yang sudah pengusaha mapan di negaranya, tidak jarang diharuskan mengikuti train dapat memahami benar segala aspek bisnis jaringan Waralaba Asing tersebu
dalam training tersebut, “para bos” itu juga dilatih mempraktikkan cara mengolah makanan, menjaga kebersihan, dan cara melayani pelanggan
baca juga
Pemberi Waralaba Asing seperti McDonald’s lebih senang memakai Master Franchisee untuk memasuki pasar di suatu negara. Orang perseorangan atau badan usaha yang ingin menjadi Penerima Waralaba McDonald’s di suatu daerah tidak perlu berhu bungan langsung dengan kantor pusat McDonald’s di Amerika Serikat, namun cukup berhubungan dengan perusahaan Indonesia yang ditunjuk sebagai Master Franchisee, Dengan memakai sistem piramida atau sistem sel, maka suatu jaringan format bisnis waralaba akan terus berekspansi di berbagai tempat.