Hak Waris Muallaf Atas Harta Orang Tua Non-Muslim

www.notarisdanppat.com –  Seorang teman muallaf pernah bertanya:

Pak saya ini kan berstatus sebagai muallaf, sedangkan orang tua saya masih mengganut agama lain. Sekarang saya tinggal dengan orang tua saya, kemudian orang tua saya bermaksud mewariskan rumah yang saya tempati dengan orang tua saya ini. Bagaimana ketentuan hukum waris untuk status saya sebagai muallaf ? (Pegawai Bank Muamalat)

Sehubungan dengan status penanya sebagai muallaf berarti bahwa sebaiknya ia menundukan diri dengan ketentuan hukum waris dalam Islam. Dalam hal ini, hukum Islam mengatur bahwa salah satu penghalang dari hak waris adalah dikarenakan beda agama. Pendapat tersebut merujuk pada hadist berikut:

tidaklah berhak seorang muslim mewarisi harta orang kafir, dan tidak berhak pula orang kafir mewarisi harta orang muslim (HR. Bukhari dan Muslim)

Sebenarnya dalam ketentuan hak waris beda agama ini ada sedikit perbedaan pendapat dikalangan ulama. Mayoritas ulama berpendapat bahwa orang kafir tidak berhak mewarisi harta orang muslim, demikian sebaliknya orang muslim juga tidak berhak mewarisi harta orang kafir. Adapun beberapa ulama yang masuk dalam kategori minoritas berpendapat bahwa orang muslim dapat mewarisi harta orang kafir.

Pendapat yang kedua tersebut senada dengan apa yang dinyatakan oleh Yusuf Qardawi bahwa orang muslim dapat mewarisi harta orang kafir. Menurutnya, orang kafir sudah jelas dalam berdasarkan nas surat al-Maidah ayat 5 tidak bisa mewarisi harta orang muslim. Akan tetapi, tidak sebaliknya artinya orang muslim dapat saja mewarisi harta orang kafir demi kemaslahatan umat Islam.

Baca Juga Investasi dalam Hukum Islam

Sementara, jika merujuk pada perbedaan pendapat tersebut di atas masih terdapat celah bagi si muallaf untuk mendapatkan warisan secara sah menurut hukum Islam jika mengikuti pendapat minoritas ulama di atas. Lalu bagaimana dengan ketentuan hukum Positif di Indonesia tentang hak waris beda agama orang Islam ini ?

Pertama, jika kita merujuk pada fatwa MUI Nomor : 5/MUNAS VII/9/2005 tentang Kewarisan Beda Agama yang menyatakan sebagai berikut:

  1. Hukum Waris Islam tidak memberikan hak saling mewaris antar orang-orang yang berbeda agama (antara muslim dengan non-muslim).
  2. Pemberian harta antar orang berbeda agama hanya dapat dilakukan dalam bentuk hibah, wasiat dan hadiah.

Melihat dari ketentuan fatwa tersebut berarti bahwa si muallaf tidak berhak menerima warisan dari si orang tua non-muslim. Akan tetapi, sebagai solusinya si muallaf bisa menerima harta dalam bentuk hibah, wasiat dan hadiah sesuai ketentuan yang berlaku.

Kedua, Ketentuan fatwa DSN-MUI tersebut senada dengan Kompilasi Hukum Islam (KHI) dalam Pasal 171 dan 172 yang menyatakan “beda agama menjadi penghalang (mâni’) proses waris-mewarisi”. Jadi menurut KHI ahli waris muallaf tetap tidak bisa menjadi ahli waris dari orang kafir.

Ketiga, terdapat dua Yurisprudensi (Keputusan Mahkamah Agung) yaitu Putusan Mahkamah Agung Nomor : 368K/AG/1995 tanggal 16 Juli 1998 yang menyatakan bahwa:

“ahli waris non muslim mendapatkan bagian dari Harta Peninggalan Pewaris muslim berdasarkan wasiat wajibah sebesar bagian ahli waris muslim”

Dan keputusan Nomor : 51 K/AG/1999 tanggal 29 September 1999 yang menyatakan bahwa:

“ahli waris non muslim dinyatakan sebagai ahli waris dari pewaris muslim dan mendapatkan bagian yang sama dengan ahli waris muslim berdasarkan wasiat wajibah”

Berdasarkan dua Yurisprudensi keputusan tersebut, semua aturan Hukum Islam merekomendasikan bahwa seorang muallaf sebaiknya menggunakan cara peralihan hak waris ke hak wasiat wajibah. Dengan demikian, dalam perspektif hukum Islam di Indonesia mayoritas menyatakan bahwa orang muslim tidak dapat menjadi ahli waris dari non-muslim.

Adapun ketentuan dari wasiat wajibah ini dapat dirujuk dalam KHI yang termuat dalam pasal 209 dijelaskan bahwa:

(1) Harta peninggalan anak angkat dibagi berdasarkan Pasal 176 sampai dengan 193 tersebut di atas, sedangkan terhadap orang tua angkat yang tidak menerima wasiat wajibah diberi wasiat wajibah sebanyakbanyaknya 1/3 dari harta warisan anak angkatnya.

(2) Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya.

Pasal tersebut mengandung pengertian bahwa orang tua angkat dapat dianggap secara serta merta (otomatis) telah meninggalkan wasiat 1/3 harta yang ditinggalkan untuk anak angkat, dan demikian sebaliknya. Dalam proses pelaksanaannya wasiat wajibah ini harus dilaksanakan terlebih dahulu sebelum melakukan pembagian harta warisan.

Baca Juga 3 (Tiga) Jenis Harta Waris yang Tidak Dapat di Bagi-bagi menurut Hukum Waris di Indonesia

Perlu diketahui terlebih dahulu bahwa dalam wasiat wajibah ini terdapat dua syarat utama yang harus terpenuhi sebelum melakukan wasiat yaitu:

  1. Yang menerima wasiat bukan termasuk ahli waris. Kalau dia berhak mewarisi walaupun jumlahnya sedikit, maka tidak sah hukumnya wasiat wajibah.
  2. Orang yang meninggal, kakek atau nenek sama sekali belum memberikan sesuatu kepada penerima wasiat wajibah sejumlah harta wasiat yakni 1/3, seperti memberikan hadiah, hibah.

Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam kasus di atas, muallaf yang mendiami rumah orang tua non-muslim jika si orang tua berkehendak memberikan rumah tersebut, maka jalan yang bisa ditempuh adalah dengan cara wasiat wajibah, dengan syarat rumah tersebut belum di hibahkan atau dihadiahkan kepada anaknya yang berstatus muallaf. Hak Waris Muallaf Atas Harta Orang Tua Non-Muslim

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *