www.notarisdanppat.com – Dalam UUPA di atur mengenai hak atas tanah, bumi dan termasuk di dalamnya ruang angkasa. Apa yang dimaksud hak atas ruang angkasa tersebut ? Bagaimana pengaturannya ?
Hak atas luar angkasa ini dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria dijelaskan bahwa:
Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dalam wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional. Frasa “ruang angkasa” dalam Pasal tersebut menunjukkan bahwa negara dapat memiliki kekayaan ruang angkasa menurut ketentuan Undang-Undang. Kemudian dalam pasal yang sama ayat (6) bahwa yang dimaksud dengan ruang angkasa adalah ialah ruang di atas bumi dan air.
Selain itu, dalam Pasal 16 ayat (2) diuraikan mengenai hak-hak apa saja yang dapat dikuasai, yaitu:
- Hak guna air;
- Hak pemeliharaan dan penangkapan ikan;
- Hak guna ruang angkasa.
Pasal 48 Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria menambahkan penjelasan mengenai hak ruang angkasa sebagai berikut:
Hak guna ruang angkasa memberi wewenang untuk mempergunakan tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa guna usaha-usaha memelihara dan memperkembangkan kesuburan bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dan hal-hal lainnya yang bersangkutan dengan itu.
Hak guna ruang angkasa di atur dengan Peraturan Pemerintah.
Jadi jika merujuk pada ketentuan Pasal ini, ruang angkasa yang dimaksud bukanlah ruang angkasa yang berada di atas planet bumi. Melainkan ada batasan yang jika disimpulkan bisa dikatakan sebagai hak atas “atmosfer”. Dalam penjelasan Pasal 48 dinyatakan bahwa Hak guna-ruang-angkasa diadakan mengingat kemajuan tehnik dewasa ini dan kemungkinankemungkinannya dikemudian hari.
Selanjutnya dalam UU No.16 Tahun 2002 tentang Pengesahan “Treaty On Principles Governing The Activities Of States In The Exploration And Use Of Outer Space, Including The Moon And Other Celestial Bodies”, 1967 (Traktat Mengenai Prinsip – Prinsip Yang Mengatur Kegiatan Negara – Negara Dalam Eksplorasi Dan Penggunaan Antariksa, Termasuk Bulan Dan Benda – Benda Langit Lainnya, 1967).
Hak Atas Ruang Angkasa Indonesia Dalam ketentuan umum menyatakan penjelasan tentang definisi ruang angkasa/antariksa sebagai berikut:
Dirgantara merupakan ruang di atas permukaan bumi beserta benda alam yang terdapat di dalamnya, dan berawal dari ruang udara hingga mencakup antariksa yang meninggi dan meluas tanpa batas. Berdasarkan ketentuan internasional, ruang udara tunduk kepada kedaulatan negara kolong, sedangkan antariksa merupakan kawasan kemanusiaan. Dirgantara mengandung berbagai sumber daya alam yang tidak ditemukan di daratan dan di perairan. Ini berarti dirgantara dapat berperan sebagai komplemen, substitusi, alternatif, atau bahkan dalam hal-hal tertentu merupakan pilihan satu-satunya bagi pemenuhan kebutuhan umat manusia dalam mempertahankan kelangsungan hidup.
Dengan ciri-ciri tersebut, dirgantara, khususnya antariksa, dapat digunakan untuk menempatkan berbagai satelit guna menunjang kegiatan telekomunikasi, navigasi, penginderaan jauh untuk pemantauan sumber daya alam dan lingkungan, prakiraan iklim, lingkungan, dan cuaca. Selain itu, antariksa juga merupakan media yang sangat strategis untuk mendukung penyelenggaraan transportasi. Dalam hal demikian, antariksa memiliki sifat-sifat khusus yang perlu dimanfaatkan secara arif untuk kepentingan kemanusiaan.
Dalam pendayagunaan dirgantara, bangsa Indonesia telah mengembangkan Konsepsi Kedirgantaraan Nasional sebagai cara pandang bahwa wilayah daratan, perairan, dan dirgantara adalah merupakan satu kesatuan yang utuh, dan ditujukan untuk mewujudkan kesejahteraan dan keamanan bangsa Indonesia, serta untuk kebahagiaan dan perdamaian bagi seluruh umat manusia. Selain itu,dalam Konsepsi tersebut bangsa Indonesia juga memandang bahwa dirgantara merupakan bagian integral dan menjadi dimensi ketiga dari kawasan kepentingan hidupnya, yaitu ruang udara sebagai wilayah kedaulatan dan antariksa sebagai kawasan kepentingan nasional.
Adapun tujuan dan manfaat Indonesia mengesahkan Traktat ini sebagaimana dinyatakan dalam Ketentuan Umum UU No.16 Tahun 2002 adalah; Manfaat pengesahan Traktat Antariksa, 1967 mencakupantara lain :
- Meletakkan landasan dan sumber hukum internasional yang berlaku sebagai hukum nasional yang mengikat, terutama dalamrangka kegiatan pemanfaatan dan pendayagunaan antariksa yang bersifatinternasional;
- Memberikan dukungan bagi terwujudnya kerangka dan sistem hukum antariksa nasional serta memperkukuh status dan kedudukan perjanjian internasional keantariksaan yang telah disahkan Indonesia;
- Menetapkan landasan hukum bagi penyusunan peraturan perundang-undangan yang akan mengatur berbagai aspekkegiatan keantariksaan di Indonesia;
- Mengukuhkan landasan dan dasar yang lebihmantap bagi sikap dan posisi Indonesia dalam pembentukan perjanjian internasional lain di bidangkeantariksaan serta keikutsertaan Republik Indonesiadalam berbagai perjanjian internasional tersebut;
- Memantapkan dukungan terhadap kepentingan Indonesia dalam pengembangan industri keantariksaan, baik yang dikembangkan olehpemerintah maupun pihak swasta nasional;
- Menciptakan iklim yang lebih kondusif bagi pengembangan dan pendayagunaan antariksa khususnya yang melibatkan pihak swasta dalam bentuk, wujud, dan sifat yang beragam;
- Memberikan landasan yang lebih kuat dalam mendorong upaya alih teknologi melalui kerjasama di bidang keantariksaan, baik secara bilateral maupun multilateral.
Terkait dengan hak guna ruang angkas dalam Pasal 17 Traktar Antariksa Tahun 1967 dijelaskan bahwa semua negara bebas melakukan eksplorasi dan pengunaan antariksa tanpa diskriminansi berdasarkan asas persamaan dan sesuai dengan hukum internasional. Negara-negara bebas melakukan akses pada benda-benda langit. Poin-poin penting dalam Traktat tersebut adalah:
- Kebebasan Eksplorasi dan Penggunaaan Antariksa
Semua negara bebas melakukan eksplorasi dan penggunaanan tariksa tanpa diskriminasi berdasarkan asas persamaan dan sesuai dengan hukum internasional. Negara-negara bebas melakukan akses pada benda-benda langit.
- Status Hukum Antariksa Sebagai kawasan kemanusiaan (the province of all mankind).
Antariksa tidak tunduk pada kepemilikan nasional, baik atas dasar tuntutan kedaulatan, penggunaan, pendudukan, maupun dengan cara-cara lainnya.
- Berlakunya Hukum Internasional dan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa terhadap
Antariksa Kegiatan eksplorasi dan penggunaan antariksa termasuk bulan dan benda-benda langit lainnya tunduk pada ketentuan-ketentuanhukum internasional, termasuk Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa demi memelihara perdamaian dan keamanan internasional serta memajukan kerja sama dan salingpengertian internasional.
- Pemanfaatan Antariksa untuk Kepentingan Semua Negara dan Maksud Damai
Kegiatan eksplorasi dan penggunaanan tariksa harus dilaksanakan demi untuk kemanfaatan (benefits) dan kepentingan (interests) semua negara tanpa memandang tingkat ekonomi atau perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologinya untuk maksud-maksud damai. Untuk menjamin penggunaan antariksa bagi maksud-maksud damai, setiap negara pihak dilarang meluncurkan benda-benda yang membawa senjata nuklir atau senjata perusak masal lainnya, membangun persenjataan tersebut di orbit sekeliling bumi dan benda-benda langit, atau menempatkannya di antariksa.
Negara-negara pihak juga dilarang untuk membangun pangkalan militer, instalasi dan perbentengan, serta percobaan segala bentuk senjata dan tindakan manuver militer pada benda-benda langit. Selain itu, diterapkan pula asas yang mengutuk tindakan propaganda yang dimaksudkan untuk atau diperkirakan dapat merangsang atau mendorong timbulnya ancaman maupun gangguan terhadap perdamaian atau dilakukannya tindakan agresi Namun, penggunaan peralatan maupun personil militer untuk maksud-maksud damai tidak dilarang.
- Perlindungan terhadap Antariksawan
Antariksawan merupakan duta kemanusiaan. Apabila antariksawan mengalami kecelakaan, kesulitan,atau pendaratan darurat di wilayah negara lain atau di laut bebas, maka negara tersebut harus memberikan bantuan yang diperlukan dan mengembalikan antariksawan termasuk benda antariksa tersebut ke negaranya.
- Tanggung Jawab Negara Secara Internasional
Setiap Negara Pihak memikul kewajiban secara internasional atas kegiatan antariksa nasionalnya, baik yang dilakukan oleh badan-badan pemerintah maupun non-pemerintah, dan menjamin kegiatan nasionalnya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Traktat Antariksa, 1967. Badan-badan non-pemerintah (swasta) yang hendak melaksanakan kegiatan antariksa harus mendapatkan otorisasi dan pengawasan secara terus menerus oleh negara yang bersangkutan. Negara peluncur bertanggung jawab atas kerugian yang timbul akibat kegiatan bendaantariksanya yang dilakukan oleh negara, badan hukum, warga negaranya danorganisasi internasional di mana neg-ara tersebut ikut serta.
- Yurisdiksi dan Pengawasan
Setiap Negara Pihak yang memiliki dan mendaftarkan benda antariksa tetap mempunyai yurisdiksi dan wewenang untuk mengawasi benda antariksa yang diluncurkannya serta personel di dalamnya. Kepemilikan benda antariksa atau bagian komponennya tidak dipengaruhi olehk eberadaannya di antariksa atau di benda-benda langit atau pada saat objek antariksa tersebut kembali ke bumi.
- Perlindungan dan Pelestarian Lingkungan
Setiap Negara Pihak yang melaksanakan kegiatan antariksa harus mencegah terjadinya bahaya kontaminasi dan perubahan yang dapat merusak lingkungan, termasuk lingkungan di bumi. Apabila suatu negara mengetahui bahwa kegiatan atau percobaan yang dilakukannya atau warga negaranya akan membahayakan atau mengganggu kegiatan negara lain, maka negara yang melaksanakan kegiatan tersebut harus melakukan konsultasi internasional.
Negara Pihak mempunyai kesempatan untuk ikut mengawasi setiap kegiatan suatu negara yang diperkirakan dapat menimbulkan ancaman terhadap kegiatan eksplorasi dan penggunaan antariksa untuk maksud damai.
- Kerjasama Internasional
Dalam melaksanakan kegiatan eksplorasi dan penggunaan antariksa, Negara Pihak harus berpedoman pada prinsip-prinsip kerja sama dan saling membantu, serta harus memperhatikan kepentingan yang serupa dari Negara Pihak lainnya. Untuk itu Negara Pihak harus memberikan kemudahan, mendorong dan meningkatkan kerjasama dan saling pengertian internasional.
Baca Juga
- Tata Cara Pendirian UD (Surat Izin Usaha Perdagangan dan Tanda Daftar Perusahaan)
- Tanggung Renteng Dalam Persekutuan Firma
- Peralihan Hak Atas Tanah karena Jual Beli Tanah
Selain itu, dalam rangka meningkatkan kerjasama internasional tersebut, Negara Pihak harus mempertimbangkan hak akses dari Negara Pihak lain berdasarkan asas persamaan dan timbal balik Negara Pihak yang melakukan kegiatan di antariksa termasuk bulan dan benda langitl ainnya sepakat untuk memberitahukan kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, masyarakat umum dan kalangan ilmiah, sejauh hal itu dimungkinkan dan dapat dilaksanakan, tentang sifat, perilaku, lokasi dan hasil- hasil dari kegiatan tersebut.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, setelah menerima pemberitahuan tersebut, harus segera menyebarluaskannya dengan cara-cara yang paling efektif.
Jadi pengaturan hak atas ruang angkasa Indonesia menurut ketentuan Peraturan Perundang-Undang tunduk pada ketentuan Traktat Amerika Tahun 1967 sebagaimana diuraikan ketentuannya di atas.Hak Atas Ruang Angkasa Indonesia