www.notarisdanppat.com – Dalam suatu diskusi, ada seseorang mahasiswa bertanya sebagai berikut:
Di daerah saya orang yang meninggal menurut adat biasanya dilakukan beberapa kali upacara selamatan, seperti 7 hari, 40 hari, dan 1000 hari. Nah, pernah terjadi perdebatan di suatu keluarga tentang siapa yang harus menanggung biaya dari upacara 1000 hari-an orang tua mereka. Sebenarnya menurut hukum siapa yang harus menanggung biaya tersebut ?
Sebagaiamana diketahui bahwa Indonesia menganut beberapa macam sistem Hukum Waris yakni Hukum Waris Islam, Hukum Waris Adat dan Hukum Waris KUHPerdata. Oleh karenanya, dalam memandang permasalahan tersebut harus pula dipandang berdasarkan tiga sistem hukum waris di atas.
Dalam ketentuan Hukum Waris Islam ada beberapa hal yang menjadi tangungan ahli waris sebelum pelaksanaan pembagian warisan yang antara lain sebagai berikut: Pasal 171 ayat e Kompilasi Hukum Islam disebutkan bahwa yang dimaksud dengan harta warisan adalah harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk keperluan pewaris (orang yang meninggal) selama sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan jenazah (tahjiz), pembayaran hutang, dan pemberian untuk kerabat.
Artinya, harta warisan baru dapat dibagikan kepada ahli waris setelah dikurangi biaya-biaya antara lain:
- Keperluan orang yang meninggal selama sakit sampai meninggal;
- Biaya pengurusan jenazah;
- Pembayaran hurang
- Wasiat
Selanjutnya, dalam perspektif KUHPerdata, kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan oleh ahli waris beneficiair adalah sebagai berikut:
- Melakukan pencatatan harta peninggalan;
- Mengurus harta peninggalan sebaik-baiknya;
- Secepatnya membereskan urusan warisan;
- Menyelesaikan hutang si pewaris;
- Memberikan pertanggunganjawab kepada sekalian penagih hutang dan
orang-orang yang menerima pemberian secara legaat. Pekerjaan ini berupa
menghitung harga serta pendapatan-pendapatan yang mungkin akan
diperoleh, jika barang-barang warisan dijual dan sampai berapa persen
piutang-piutang dan legaten itu dapat dipenuhi. - Memanggil orang-orang berpiutang yang tidak terkenal, dalam surat kabar
Adapun menurut hukum adat, kewajiban ahli waris terhadap harta peninggalan antara lain:
- Menyelenggarakan upacara mayat dan penguburan,sehingga seorang ahli waris tanpa setahu ahli waris lainnya dapat menjual sesuatu bagian tertentu dari pada harta peninggalan untuk keperluan itu.
- Membayar biaya-biaya pemakaman yang mana harus di dahulukan,sebelum harta itu dibagi-bagi.
- Membayar utang-utang pewaris.
- Menyenggarakan upacara atau sematan dalam memperingati hari meninggalnya pewaris.
Jadi apabila merujuk kepada 3 sistem hukum di atas, ada tanggungan yang wajib dikerjakan terlebih dahulu oleh ahli waris berkaitan dengan harta peninggalan si Pewaris. Dalam perspektif Hukum Islam, tidak dijelaskan berkaitan dengan biaya upacara selamatan sebagaimana yang ditanyakan di atas.
Baca Lagi Hak Waris Muallaf Atas Harta Orang Tua Non-Muslim
Dalam hukum Islam berkaitan dengan mayit disebutkan masalah “ pengurusan jenazah”, namun maksud dari biaya pengurusan jenazah ini terbatas pada empat hal yakni memandikan, mengkafani, menshalati dan menguburkan jenazah. Artinya, selama empat aspek tersebut terpenuhi maka hal itu sudah mencukupi bagi ahli waris dan dapat dinyatakan bahwa ahli waris telah menyelesaikan kewajiban berupa “pengurusan jenazah”.
Tanggungan Ahli Waris Atas Biaya Pengurusan Upacara Selamatan Pewaris Dengan demikian, dalam perspektif Hukum Waris Islam biaya selamatan tidak dibebankan kepada harta si Pewaris, melainkan dibebankan kepada harta Ahli Waris. Dasarnya adalah salah “Al-Hawi lil Fatawi” karya Imam Jalaluddin Abdurrahman As-Suyuthi jilid 2 halaman 194 sebagai berikut:
“Sesungguhnya, kesunnahan memberikan sedekah makanan selama tujuh hari merupakan perbuatan yang tetap berlaku sampai sekarang (yaitu masa Imam Suyuthi abad ke-9 H) di Mekkah dan Madinah. Yang jelas kebiasaan tersebut tidak pernah ditinggalkan sejak masa sahabat sampai sekarang, dan tradisi tersebut diambil dari ulama salaf sejak generasi pertama, yaitu sahabat.”
Artinya, prosesi selamatan dalam hukum Islam merupakan kesunnahan dan bagi si Ahli Waris merupakan bentuk sedekah untuk mendoakan si Pewaris yang masih kerabatanya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa hukum Islam membebankan biaya upacara selamatan si Pewaris kepada Ahli Waris, namun sifatnya bukan berupa paksaan melainkan hanya anjuran.
Selanjutnya, dalam perspektif KUHPerdata sebagaimana dijelaskan di atas terlihat bahwa KUHPerdata sama sekali tidak menyinggung masalah biaya pengurusan jenazah, biaya rumah sakit dan seterusnya. Akan tetapi secara umum menyatakan “keharusan menyelesaikan hutang si Pewaris”, artinya hal-hal yang menurut hukum menjadi tanggungan hutang pewaris dapat dibebankan pada harta peninggalan.
Sedangkan berkaitan dengan selamatan KUHPerdata sama sekali tidak menyinggung permasalahan tersebut, maka secara serta merta itu diserahkan kepada kehendak mutlak ahli waris dan tentunya biaya pengurusan dibebankan kepada ahli waris.
Dari kedua dasar hukum di atas, yang menyinggung secara eksplisit tentang upacara selamatan ada dalam sistem kewarisan hukum adat, jadi dalam perspektif hukum adat biaya upacara selamatan sebagaimana permasalahan di atas dapat dibebankan kepada harta peninggalan si Pewaris.
Baca Jga Hak Waris Atas Tanah WNA Dalam Perspektif Hukum Islam
Dengan demikian, jika sistem hukum waris yang di anut adalah sistem hukum waris adat maka pembagian hak waris kepada ahli waris baru dapat dilaksanakan setelah diselesaikannya upacara-upacara adat yang berlaku di daerah masing-masing.
Kesimpulannya, bahwa dengan asas lex spesialis derogat lex generalis mengenai kasus di atas adat yang berlaku merupakan jenis hukum yang bersifat khusus yang dapat mengecualikan ketentuan hukum umum, jadi biaya pengurusan jenazah berdasarkan kesepakatan bersama ahli waris dapat dibebankan kepada harta peninggalan sebelum warisan dibagikan. Tanggungan Ahli Waris Atas Biaya Pengurusan Upacara Selamatan Pewaris