naboxparah.com – Tanggung Renteng Dalam Persekutuan Firma
Pertanyaan:
Apa beda Firma dengan PT, apakah tanggungjawab anggota dalam sebuah Firma sama dengan tanggungjawab dengan PT ?
Secara Yuridis keberadaan Firma sebagai badan usaha di dapat kita telusur pada Pasal 16 sampai 35 KUHD. Pasal 16 KUHD memberikan pengertian Firma sebagai berikut:
“Firma adalah tiap-tiap persekutuan perdata yang didirikan untuk menjalankan perusahaan dengan nama bersama.”
Yang dimaksud dengan “nama bersama” dalam persekutuan Firma ini dijelaskan pada Pasal berikutnya yakni Pasal 17 dan 18 sebagai berikut:
Pasal 17 KUHD menjelaskan bahwa Tiap-tiap persero yang tidak dikecualikan dari satu sama lain, berhak untuk bertindak, untuk mengeluarkan dan menerima uang atas nama perseroan pula untuk mengikat perseroan itu dengan pihak ketiga dan pihak ketiga dengannya. Segala tindakan yang tidak bersangkut paut dengan perseroan itu atau yang para persero tidak berhak melakukannya, tidak termasuk dalam ketentuan diatas.”
Ketentuan pasal ini secara eksplisit memberikan pemahaman bahwa setiap anggota Firma tanpa terkecuali dapat mengikatkan Firma denga pihak ketiga selama tindakan tersebut memiliki keterkaitan dengan tujuan Firma.
Selanjutnya, Pasal 18 KUHD menjelaskan bahwa ““Dalam perseroan, firma adalah tiap-tiap persero secara tanggung menanggung bertanggung jawab untuk seluruhnya atas segala perikatan dari perseroan.” Pasal ini mengatur perihal bagaimana sekutu Firma bertanggungjawab atas segala perikatan dengan pihak ketiga, pasal tersebut menyatakan setiap sekutu Firma bertanggungjawab secara tanggung renteng.
Selanjutnya, yang dimaksud dengan Perseroan Terbatas (PT) berdasarkan Pasal 1 UUPT No. 40/2007 pengertian Perseroan Terbatas (Perseroan) adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.
Berkaitan dengan tanggungjawab PT, dalam Pasal 3 ayat (1) UU Perseroan Terbatas diatur, bahwa
“pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi saham yang dimiliki”
Sampai disini saja sudah terlihat bahwa antara PT dengan Firma memiliki perbedaan yang sangat mendasar yakni anggota Firma secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian Firma, maka dalam PT ini tanggungjawab anggota hanya terbatas pada saham yang dimiliki di PT yang bersangkutan.
Kemudian, apa yang dimaksud dengan istilah tanggung renteng adalam Persekutuan Firma ?
Maksud dari tanggung renteng ini adalah bahwa dalam firma semua anggota bertanggung jawab sepenuhnya baik sendiri maupun bersama terhadap utang-utang perusahaan kepada pihak lain. Bila Firma rugi maka akan ditanggung bersama oleh para sekutunya, bila perlu dengan seluruh kekayaan pribadi mereka. Firma dapat dibentuk oleh 2 orang atau lebih yang semuanya belum memiliki usaha. Pemiliki firma terdiri dari beberapa orang yang bersekutu dan masing-masing anggota persekutuan menyerahkan kekayaan pribadi sesuai yang tercantum dalam akta pendirian perusahaan.
Sebagai contoh:
Firma Ahmad Yani and Brothers yang didirikan oleh Ahmad Yani dan saudara-saudaranya melakukan sebuah perikatan jual-beli barang, saat itu yang melakukan tindakan penjualan adalah salah satu saudara dari Bapak Ahmad Yani sedangkan saudara lain tidak/belum mengetahui tentang perjanjian tersebut. Berkaitan dengan itu anggota Firma yang melakukan perjanjian jual-beli melakukan wanprestasi dengan tidak menyediakan barang sesuai dengan pesanan, kemudian pihak ketiga menuntut ganti rugi atas hal tersebut. Ketika itu Pengadilan memutuskan bahwa Firma harus mengganti kerugian pihak ketiga, maka di sini Bapak Ahmad Yani secara tanggung renteng bertanggungjawab pula atas kerugian yang dituntut oleh Pihak Ketiga, dan kekayaan pribadi Bapak Ahamd Yani pun juga ikut serta masuk sebagai kekayaan Firma yang ganti ruginya sedang dituntut oleh Pihak Ketiga.
Beberapa hal yang perlu diketahui terkait Firma ini adalah bahwa Firma ini sama sekali tidak dapat di Pailitkan. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
Selanjutnya pada Pasal 2 ayat (1) menyebutkan bahwa Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya.
Alasanya Firma tidak dapat dipailitkan adalah karena menurut UU No.37 Tahun 2004 yang dapat dipailitkan hanya perseorang dan badan hukum. Sedangkan Firma tidak termasuk dalam kategori tersebut, oleh karenanya Firma tidak dapat dinyatakan Pailit baik karena permohonan sendiri atau dipailitikan.
Baca Juga
- Ragam Badan Usaha Dalam KUHD
- Istilah Perusahaan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)
- Arbitrase dalam Hukum Bisnis
Kententuan tidak dapat dipailitkan Firma yang pernah terjadi di Indonesia ini dapat kita lihat dalam sebuah Yurisprudensi yakni Putusan Mahkamah Agung Nomor 156 PK/Pdt.Sus/2012 yang merupakan bentuk Peninjauan Kembali atas Putusan Pengadilan Negeri Makasar No.01/PKPU/2012/PN. NAIGA.MKS. tanggal 03 September 2012 dengan salah satu amar putusan yang menyatakan bahwa “termohon PKPU : FIRMA LITHA & Co. Tidak berada dalam keadaan Pailit”.