Status Kepemilikan WNA Yang Melakukan Perkawinan Dengan Orang Indonesia

www.notarisdanppat.com – Status kepemilikan tanah orang asing yang kemudian melakukan perkawinan dengan warga negara Indonesia banyak menjadi sorotan para pengamat. Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana status kepemilikan WNA (Warga Negara Asing) terhadap tanah di Indonesia?

Dalam permasalahan tersebut yang perlu digaris bawahi terlebih dahulu adalah berkaitan dengan status hubungan perkawinan di antara WNA (warga negara asing) dan WNI (warga negara indonesia) tersebut. Apakah dalam melakukan perkawinan mereka memakai perjanjian perkawinan atau tidak?

Perjanjian Perkawinan WNA dan WNI

Perjanjian perkawinan sebagaimana di atur dalam Pasal 29 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan diartikan sebagai bentuk perjanjian yang dilakukan oleh calon pasangan suami/istri sebelum mereka melangsungkan pernikahan mengenai status harta kekayaan. Apabila dalam melangsungkan pernikahan tersebut pasangan suami/istri melakukan perjanjian perkawinan, maka tidak ada percampuran harta antara keduanya. Sehingga harta para pihak menjadi milik masing-masing.

Akan tetapi, jika suami/istri tidak melakukan perjanjian perkawinan maka yang terjadi justru sebaliknya maka harta yang dimiliki masing-masing pihak menjadi harta bersama pasangan tersebut, oleh karena itu pihak WNA memilki setengah dari harta yang dimiliki WNI.

Berdasarkan Pasal 21 ayat (3) Undangundang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960, mengatur bahwa :

“Orang asing yang sesudah berlakunya undang-undang ini memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan, demikian pula warga Negara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya undang-undang ini kehilangan kewarganegaraannya wajib melepaskan hak itu didalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu. Jika sesudah jangka waktu tersebut lampau hak milik tidak dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada Negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung.”

Pasal tersebut memberikan penekanan bahwa jika WNI melakukan pernikahan dengan WNA maka dalam jangka waktu satu (1) tahun sejak melangsungkan pernikahan terjadi percampuran harta perkawinan diantara keduannya. Menurut ketentuan UUPA, bagi WNI (warga negara indonesia) harus hanya memiliki status kewarganegaraan tunggal saja dan memiliki perjanjian kawin. Apabila, hal demikian tidak terpenuhi maka Warga Negara Asing tersebut tidak bisa memiliki hak milik atas tanah.

Menurut pasal 42 dan 45 Undang-Undang No.5 Tahun 1960 tentang Ketentuan Pokok Agraria disinggung bahwa warga negara asing yang berkedudukan di Indonesia dapat memiliki hak atas tanah berupa hak pakai dan hak sewa bangunan.

Pengertian Hak Pakai dan Hak Sewa Bangunan

Adapun yang dimaskud dengan hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini.

Sedangkan yang dimaksud dengan hak sewa bangunan adalah seseorang atau suatu badan hukum mempunyai hak sewa atas tanah, apabila ia berhak mempergunakan tanah milik orang lain untuk keperluan bangunan, dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah uang sebagai sewa.

Berdasarkan Pasal 45 PP 40 Tahun 1996 Hak Pakai dapat diberikan di atas tanah dengan
status tanah negara, tanah hak pengelolaan dan tanah hak milik. Jangka waktu Hak Pakai adalah 25 (dua puluh lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun.

Status hukum hak kepemilikan atas properti bagi orang asing yang melakukan perkawinan campuran di Indonesia. Dapat dilihat dari apakah mereka menikah dengan atau tanpa Perjanjian Kawin (Pre-Marital Agreement). Apabila mereka memakai Perjanjian Kawin maka tidak ada percampuran harta sehingga harta yang dimiliki oleh para pihak menjadi milik masing-masing.

Sebaliknya, apabila pasangan perkawinan campuran tersebut tidak memiliki Perjanjian Kawin maka harta yang dimiliki selama perkawinan menjadi harta bersama pasangan tersebut, dengan kata lain pihak WNA ikut memiliki setengah dari bangunan tersebut. Sehingga WNI yang menikah dengan WNA (tanpa Perjanjian Kawin) harus mengikuti ketentuan peraturan yang diperuntukkan bagi orang asing.

Pengaturan Harta Perkawinan di Indonesia

Ketentuan mengenai harta perkawinan tersebut di atas dapat dirujuk pada Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Berdasarkan Pasal 96 Kompilasi Hukum Islam dan Pasal 37 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dikemukakan bahwa harta bersama suami istri apabila terjadi putusnya perkawinan baik karena kematian atau perceraian maka kepada suami istri tersebut masing-masing mendapat setengah bagian dari harta yang mereka peroleh selama perkawinan berlangsung.

Pada Pasal 35 ayat (1) menjelaskan bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. Selanjutnya pada Pasal 35 ayat (2) dijelaskan bahwa harta bawaan dari masing-masing suami istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.

baca juga Perolehan Hak Guna Usaha Dalam Penanaman Modal Asing

Demikianlah hak atas tanah bagi WNA yang menikah dengan WNI di Indonesia. Yang pada asasnya adalah bahwa WNA tidak memiliki hak atas tanah di Indonesia.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *