Pola Penyelesaian Sengketa di Bidang Pasar Modal

Dalam perjanjian atau khususnya dalam pernanaman modal, sangat mungkin terjadi sengketa. Khususnya jika itu berkaitan dengan modal asing, sering terjadi sengketa antara pihak asing dan pihak nasional. Untuk mengantisipasi hal tersebut Indonesia telah meratifikasi International Convention on The Settlement of Dispute (ICSID) melalui UU No 5 Tahun 1968 tentang Penyelesaian perselisihan antara negara dan warga negara asing mengenai penanaman modal.

Selain itu dalam Pasal 25 UU No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, dijelaskan bahwa sengketa di bidang penanaman modal dilakukan dengan cara berikut:

  1. Musyawarah Mufakat;
  2. Arbitrase;
  3. Pengadilan;
  4. Alternatif Dispute Relation
  5. Khusus untuk sengketa Pemerintah dengan Investor dalam Negeri, penyelesaian sengketa dilakukan melalu artibtrase dan pengadilan;
  6. Khusus untuk sengketa Pemerintah dengan Investor Asing diselesaikan melalui Arbitrase Internasional.

Arbitase merupakan jenis penyelesaian sengketa yang sering dipilih oleh para pelaku bisnis, sebab menurut mereka jika dilaksanakan melalui Pengadilan memerlukan waktu yang lama dan hal itu memperlambat kinerja bisnis mereka. Oleh karena itu, Artibtase menjadi alternatif yang setidaknya memiliki keuntungan sebagai berikut:

  1. Pihak yang bersengketa dapat menghindar dari proses yang memakan waktu dan dana disebabkan oleh hal-hal prosedural dan administratif.
  2. Pihak yang bersengketa dapat memilih arbiter yang memiliki pengetahuan, pengalaman serta latar belakang yang relevan dengan masalah yang disengketakan.

Selain Arbitrase ICSID, Arbitrase ICC (International Chamber of Commerce) juga dapat menjadi pilihan. Indonesia sendiri sudah meratifikasi New York Convention on Recognition and enforcement of Foreign Arbtral Award of 1958. Sementara itu, penyelesaian melalui BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia) juga dapat dilakukan. Untuk dapat menyelesaikan sengketa melalui Arbitrase, biasanya para pihak merumuskan dalam klausul arbitrase pada perjanjian yang mereka buat, baik dalam bentuk pactum de compromitendo maupun dalam bentuk akta kompromis.

  1. Putusan Arbitrase tersebut ternyata tidak seeta merta dapat dilaksanakan di Indonesia, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, syarat-syarat tersebut antara lain:
  2. Putusan arbitrase internasional dijatuhkan oleh arbiter atau majelis arbitrase di suatu negara yang dengan negara Indonesia terikat perjanjian, baik secara bilateral maupun multilateral mengenai pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional.
  3. Putusan arbitrase internasional tersebut menurut ketentuan hukum Indonesia termasuk dalam ruang lingkup hukum perdagangan.
  4. Putusan arbitrase internasional yang dapat dilaksanakan di Indonesia adalah putusan arbitrase yang tidak bertentangan dengan ketertiban umum.
  5. Putusan arbitrase internasional dapat dilaksanakan di Indonesia setelah memperoleh eksekuatur dari Ketua Negeri Pengadilan Jakarta Pusat.
  6. Terhadap putusan arbitrase internasional yang salah satu pihaknya adalah negara Indonesia, hanya dapat dilaksanakan setelah memperoleh eksekuatur dari Mahkamah Agung RI yang selanjutnya dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Arbitrase sendiri diartikan sebagai bentuk penyelesaian sengke diluar Pengadilan yang didasarkan pada perjanjian tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Umumnya penyelesaian sengketa ini dicantumkan dalam klausula perjanjian yang dibuat oleh para pihak yang melakukan perjanjian sebelum terjadinya sebuah sengketa.

Sifat dari putusan ini adalah final, sifat final ini berimpilkasi bahwa jika suatu sengketa telah diputuskan lewat Arbitrase maka tidak dapat diajukan banding ke Pengadilan. Keputusan tersebut harus dilaksanakan oleh para pihak yang bersengketa.

Sebagai tambahan, bahwa di Indonesia sendiri sebenarnya telah ada badan arbitase yang dinamaka BANI (Badan Arbitrase Nasional). Dengan menunjuk BANI dan/atau memilih Peraturan Prosedur BANI untuk penyelesaian sengketa, para pihak dalam perjanjian atau sengketa tersebut dianggap sepakat untuk meniadakan proses pemeriksaan perkara melalui Pengadilan Negeri sehubungan dengan perjanjian atau sengketa tersebut, dan akan melak­sanakan setiap putusan yang diambil oleh Majelis Arbitrase berdasarkan Peraturan Prosedur BANI.

Adapun prosedur dari Penyelesaian sengketa di BANI ini adalah sebagai berikut:

  1. Pengajuan Komunikasi Tertulis

Semua pengajuan komunikasi tertulis yang akan disampaikan setiap pihak, bersamaan dengan setiap dan seluruh dokumen lampirannya, harus diserahkan kepada Sekretariat BANI untuk didaftarkan dengan jumlah salinan yang cukup untuk memungkinkan BANI memberikan satu salinan kepada masing-masing pihak, arbiter yang bersangkutan dan untuk disimpan di Sekretariat BANI.

Untuk maksud tersebut, para pihak dan/atau kuasa hukumnya harus menjamin bahwa BANI pada setiap waktu memiliki alamat terakhir dan nomor telepon, faksimili, e-mail yang bersangkutan untuk komunikasi yang diperlukan. Setiap komunikasi yang dikirim langsung oleh Majelis kepada para pihak haruslah disertai salinannya kepada Sekretariat dan setiap komunikasi yang dikirim para pihak kepada Majelis harus disertai salinannya kepada pihak lainnya dan Sekretariat.

  1. Komunikasi dengan Majelis

Apabila Majelis Arbitrase telah dibentuk, setiap pihak tidak boleh melakukan komunikasi dengan satu atau lebih arbiter dengan cara bagaimanapun sehubungan dengan permo­honan arbitrase yang bersangkutan kecuali: (i) dihadiri juga oleh atau disertai pihak lainnya dalam hal berlangsung komunikasi lisan; (ii) disertai suatu salinan yang secara bersamaan dikirimkan ke para pihak atau pihak-pihak lainnya dan kepada Sekretariat (dalam hal komunikasi tertulis).

  1. Pemberitahuan

Setiap pemberitahuan yang perlu disampaikan berdasarkan Peraturan Prosedur ini, kecuali Majelis menginstruksikan lain, harus disam­paikan langsung, melalui kurir, faksimili atau e-mail dan dianggap berlaku pada tanggal diterima atau apabila tanggal penerimaan tidak dapat ditentukan, pada hari setelah penyam­paian dimaksud.

  1. Perhitungan Waktu

Jangka waktu yang ditentukan berdasarkan Peraturan Prosedur ini atau perjanjian arbitrase yang bersangkutan, dimulai pada hari setelah tanggal dimana pemberitahuan atau komunikasi dianggap berlaku, sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Prosedur Pasal 4 ayat (3) di atas. Apabila tanggal berakhirnya suatu pemberi­tahuan atas batas waktu jatuh pada hari Minggu atau hari libur nasional di Indonesia, maka batas waktu tersebut berakhir pada hari kerja berikutnya setelah hari Minggu atau hari libur tersebut.

baca juga Mekanisme Divestasi Saham Menurut Peraturan Menteri ESDM Nomor 9 Tahun 2017

  1. Penyelesaian yang cepat dan batas waktu pemeriksaan Perkara

Kecuali secara tegas disepakati para pihak, pemeriksaan perkara akan diselesaikan dalam waktu paling lama 180 (seratus delapan puluh) hari sejak tanggal Majelis selengkapnya terbentuk. Dalam keadaan-keadaan khusus dimana sengketa bersifat sangat kompleks, Majelis berhak memperpanjang batas waktu melalui pemberitahuan kepada para pihak.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *