www.notarisdanppat.com – Bagaimana pengaturan Hipotek Pesawat Udara dalam Perspektif Hukum ? Sebelumnya kita pahami dulu terkait dengan Pesawat Udara. Pengertian pesawat udara dapat kita temukan dalam Pasal 1 angka (3) UndangUndang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, yaitu
“Pesawat udara adalah suatu mesin atau alat yang dapat terbang di atmosfer karena gaya angkat dari reaksi terbang, tetapi bukan karena reaksi terbang terhadap permukaan bumi yang digunakan untuk penerbangan.” Definisi tersebut mengandung pengertian setiap jenis kendaraan udara bentuk dan jenis apapun termasuk Helikopter.
Khusus Pesawat Terbang sendiri menurut Pasal 1 angka 5 yaitu pesawata udara yang lebih berat dari udara, bersayap tetap dan dapat terbang dengan tenaga sendiri. Demikian halnya dengan Helikopter juga memiliki Pengertian sendiri bawha Helikopter adalah pesawat udara yang lebih berat dari udara, bersayap putar yang rotornya digerakkan oleh mesin Pasal 1 angka 5.
Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan menyebutkan Pesawat Udara Indonesia adalah pesawat udara yang mempunyai tanda pendaftaran Indonesia dan tanda kebangsaan Indonesia. Terkait dengan ketentuan pendaftaran Pesawaat Terbang Pasal 24 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan menyebutkan “Setiap pesawat udara yang dioperasikan di Indonesia wajib mempunyai tanda pendaftaran”.
Pasal 25 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan menjelaskan mengenai janis Pesawat Udara yang dapat diaftarkan di Indonesia yang harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
- tidak terdaftar di negara lain; dan
- dimiliki oleh warga negara Indonesia atau dimiliki oleh badan hukum Indonesia;
- dimiliki oleh warga negara asing atau badan hukum asing dan dioperasikan oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia untuk jangka waktu pemakaiannya minimal 2 (dua) tahun secara terusmenerus berdasarkan suatu perjanjian;
- dimiliki oleh instansi pemerintah atau pemerintah daerah, dan pesawat udara tersebut tidak dipergunakan untuk misi penegakan hukum; atau
- dimiliki oleh warga negara asing atau badan hukum asing yang pesawat udaranya dikuasai oleh badan hukum Indonesia berdasarkan suatu perjanjian yang tunduk pada hukum yang disepakati para pihak untuk kegiatan penyimpanan, penyewaan, dan/atau perdagangan pesawat udara.
Pendaftaran pesawat udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 diajukan oleh pemilik atau yang diberi kuasa dengan persyaratan:
- menunjukkan bukti kepemilikan atau penguasaan pesawat udara;
- menunjukkan bukti penghapusan pendaftaran atau tidak didaftarkan di negara lain;
- memenuhi ketentuan persyaratan batas usia pesawat udara yang ditetapkan oleh Menteri;
- bukti asuransi pesawat udara; dan
- bukti terpenuhinya persyaratan pengadaan pesawat udara.
Pesawat udara yang telah memenuhi persyaratan diberi sertifikat pendaftaran. Sertifikat pendaftaran berlaku selama 3 (tiga) tahun.
Pesawat terbang yang telah didaftarkan tersebut dan memperoleh hak kebendaan, maka ia akan memiliki sifat sui generis yakni apabila pesawat terbang/udara telah didaftarkan maka ia dapat dibebani hak jaminan. Untuk mendapatkan sifat sui generis tidak cukup pesawat udara tersebut didaftarkan secara Nasional, tetapi harus juga didaftarkan secara Internasional melalui laman , selain itu juga wajib untuk catat di Direktorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKUPPU) pada Direktorat Jendral Perhubungan Udara. Akan tetapi yang kedua ini hanya bersifat Administratif.
Pengaturan Hipotek Atas Pesawat Udara Di Dalam HUkum Indonesia Sehubungan dengan Pesawat Udara sebagai Jaminan dapat dilihat dalam ketentuan mulai dari Pasal 71 sampai 82 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, dalam Pasal 71 dijelaskan bahwa Objek pesawat udara dapat dibebani dengan kepentingan internasional yang timbul akibat perjanjian pemberian hak jaminan kebendaan, perjanjian pengikatan hak bersyarat, dan/atau perjanjian sewa guna usaha. Perjanjian tersebut dibuat berdasarkan hukum yang dipilih oleh para pihak. Dalam hal perjanjian tersebut tunduk pada Hukum Indonesia, perjanjian tersebut harus dibuat dalam akta otentik yang memuat:
- Identitas para pihak;
- Identitas dari objek pesawat udara; dan
- Hak dan kewajiban para pihak.
Indonesia sendiri secara hukum memililki 4 (empat jenis) sistem hukum Jaminan yakni gadai, hipotek, fidusia dan hak tanggungan. Pesawat terbang tidak dapat dijadikan objek gadai sebab karena bentuknya yang terlalu besar dan pengurusan yang sulit. Terkait dengan hak hipotek merujuk pada Pasal 12 UU No.5 Tahun 1999 tentang Penerbangan mengatur: (1) Pesawat terbang dan helikopter yang telah mempunyai tanda pendaftaran dan kebangsaan Indonesia dapat dibebani hipotek; (2) Pembebanan hipotek pada pesawat terbang dan helikopter sebagaimana dimaksud ayat (1) harus didaftarkan; (3) ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Adapun penjelasan dari Pasal 12 UU Penerbangan tersebut diatas adalah sebagai berikut:
Terhadap hipotek pesawat terbang dan helikopter sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini berlaku ketentuan-ketentuan hipotek dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia. Ketentuan dalam pasal ini tidak menutup pembebanan pesawat terbang dan helikopter dengan hak jaminan lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Namun, keberadaan UU No.1 Tahun 2009 tentang Penerbangan dengan ketentuan dalam Pasal 71 di atas yang menjelaskan bahwa pesawat udara hanya diberi hak jaminan kebendaan yang sifatnya tergantung pada kesepakatan para pihak, maka ketentuan Pasal 12 UU No.5 Tahun 1999 tentang Penerbangan dianggap tidak berlaku lagi.
Perlu diketahui bahwa keberadaan Pasal 71 tersebut dalam UU No.1 Tahun 2009 merupakan bentuk penyesuaian aturan Nasional atas diratifikasinya Cape Town Convention Chapter IV Aritcle 16 tahun 2001 dengan Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2007 tentang Pengesahan Convention On International Interests in Mobile Equipment (Konvensi tentang Kepentingan Internasional dalam Peralatan Bergerak) Beserta Protocol To The Convention On International Interests in Mobile Equipment on Matters Speciic to Aircraft (Protokol pada Konvensi tentang Kepentingan Internasional dalam Peralatan Bergerak Mengenai Masalah-masalah Khusus Peralatan Pesawat Udara).
baca juga
- Perjanjian Tambahan Accecoir Atau Hipotek Atas Kapal Laut
- Advertising
- Hukum Perdagangan Dalam Bisnis Real
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, sejak diberlakukannya Undang-Undang No.1 Tahun 2009 tentang Penerbangan yang meratifikasi Cape Town Convention Chapter IV Aritcle 16 tahun 2001 menyerahkan urusan pembebanan hak jaminan atas pesawat terbang pada pilihan hukum para pihak yang melakukan Perjanjian. Bisa saja menggunakan konsep Jaminan Hipotek asal hal itu memang dipilih dan dituangkan dalam perjanjian yang berbentuk akta otentik. Pengaturan Hipotek Atas Pesawat Udara Di Dalam HUkum Indonesia