Pembebasan Bea Masuk Barang Modal Dalam Kaitannya dengan Devisa Negara

www.notarisdanppat.com – Secara yuridis, Impor barang modal oleh investor asing dalam rangka melakukan kegiatan usaha di Indonesia diberikan fasilitas berupa Pembebasan atau Keringanan Bea Impor. Adapun pengaturan masing-masing kegiatan impor barang modal tersebut diatur dalam Pasal 18 ayat 4 huruf b dan c Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 sebagai berikut:

  1. Pasal 18 ayat 4 huruf b menyatakan bahwa Bentuk fasilitas yang diberikan kepada penanam modal adalah “pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang modal, mesin, atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri”;.

Berkaitan dengan impor barang modal dalam Pasal 2 Keputusan Menteri Keuangan NOMOR 297/KMK.01/1997 sebagaimana telah di ubah dengan keputusan menteri keuangan republik indonesia nomor 545/KMK.01/1997 sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pembebasan bea masuk atas impor mesin dalam rangka pembangunan meliputi :

  1. Mesin yang terkait langsung dengan kegiatan industri/industri jasa ; dan
  2. Suku cadang dan komponen dari mesin sebagaimana dimaksud dalam huruf a dalam jumlah yang tidak melebihi 5% (lima persen) dari harga mesin.”

Selanjutnya dalam Pasal 3 dinyatakan bahwa Barang dan bahan yang dapat diberikan pembebasan sebagaimana dimaksud adalah barang dan bahan untuk keperluan 2 (dua) tahun sesuai kapasitas terpasang, dengan jangka waktu pengimporan selama 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal keputusan pembebasan bea masuk.

Dengan demikian, impor barang modal tersebut dibatasi oleh ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 545/KMK.01/1997 tersebut yakni untuk suku cadang dan komponen dari mesin tidak boleh melebihi 5% dari harga mesin dan pembebasan bea masuk barang dan bahan tersebut berlaku untuk jangka waktu 2 tahun. Namun untuk jumlah barang modal yang dapat diimpor tidak ditentukan besar dan batasannya.

Dengan demikian, terdapat titik lemah dalam regulasi berkaitan dengan kebijakan pembebasan bea impor terhadap barang modal tersebut, sebab terlalu banyaknya barang modal yang dibebaskan bea masuk akan mempengaruhi devisa negara.

B . Analisis Terhadap Pembebasan Bea Masuk Bahan Baku dalam kaitanya dengan Devisa Negara

Selanjutnya, dalam hal pembebasan Pembebasan atau Keringanan Bea Masuk Bahan Baku atau Bahan Penolong Untuk Keperluan Produksi Dalam Pasal 18 ayat 4 huruf c Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 dinyatakan bahwa:

“Pembebasan atau keringanan bea masuk bahan baku atau bahan penolong untuk keperluan produksi untuk jangka waktu tertentu dan persyaratan tertentu;”

Dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, di jelaskan 11 jenis barang impor yang dibebaskan dari bea masuk yaitu:

  1. barang dan bahan untuk pembangunan dan pengembangan industri dalam rangka penanaman modal;
  2. mesin untuk pembangunan dan pengembangan industri;
  3. barang dan bahan dalam rangka pembangunan dan pengembangan industri untuk jangka waktu tertentu;
  4. peralatan dan bahan yang digunakan untuk mencegah pencemaran lingkungan; e. bibit dan benih untuk pembangunan dan pengembangan industri pertanian, peternakan, atau perikanan;
  5. hasil laut yang ditangkap dengan sarana penangkap yang telah mendapat izin;
  6. barang yang mengalami kerusakan, penurunan mutu, kemusnahan, atau penyusutan volume atau berat karena alamiah antara saat diangkut ke dalam daerah pabean dan saat diberikan persetujuan impor untuk dipakai;
  7. barang oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang ditunjukan untuk kepentingan umum;
  8. barang untuk keperluan olahraga yang diimpor oleh induk organisasi olahraga nasional;
  9. barang untuk keperluan proyek pemerintah yang dibiayai dengan pinjaman dan/atau hibah dari luar negeri;
  10. barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor.

Selain itu, dalam Pasal 18 ayat 3 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dinyatakan bahwa Penanaman modal yang mendapat fasilitas sebagaimana dimaksud adalah yang sekurang-kurangnya memenuhi salah satu kriteria berikut ini:

  1. menyerap banyak tenaga kerja;
  2. termasuk skala prioritas tinggi;
  3. termasuk pembangunan infrastruktur;
  4. melakukan alih teknologi;
  5. melakukan industri pionir;
  6. berada di daerah terpencil, daerah tertinggal, daerah perbatasan, atau daerah lain yang dianggap perlu;
  7. menjaga kelestarian lingkungan hidup;
  8. melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan, dan inovasi;
  9. bermitra dengan usaha mikro, kecil, menengah atau koperasi; atau
  10. industri yang menggunakan barang modal atau mesin atau peralatan yang diproduksi di dalam negeri.

Rumusan ketentuan yang berakaitan dengan keringanan dan pembebasan Bea Masuk Bahan Baku, baik ketentuan yang tercantum dalam pasal 18 ayat 3 UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Pasar modal dan Pasal 26 Undang-Undang Nomor Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, pada dasarnya pelaksanaan-pelaksanaanya tetap diserahkan secara penuh kepada BKPM. Hal ini berarti bahwa, ketentuan-ketentuan tersebut belum menjangkau aspek-aspek teknis sebagai upaya penyaringan terhadap impor bahan-bahan baku. Kebijakan-kebijakan teknis sepenuhnya diserahkan kepada BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal).

Permasalahan berikutnya akan timbul, apabila BKPM dalam menetapkan kebijakan dirasa kurang memihak kepada rakyat dan terlalu memberikan keleluasaa kepada para investor untuk mengimpor bahan baku Sebagai contoh, kebijakan pembebasan bea masuk terhadap ijin impor bahan baku gula mentah sebagai bahan baku penolong yang dikeluarkan oleh BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal)

Dalam kaitan ini, Ketua Umum APTRI (Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia), Arum Sabil, mengatakan bahwa “kebijakan pembebasan bea masuk produk itu diyakini tidak banyak manfaatnya bagi masyarakat, bahkan negara cenderung dirugikan akibat ada potensi pendapatan yang bisa hilang senilai Rp1,7 triliun. Sedangkan yang diuntungkan hanya industri gula rafinasi dan bila didistribusikan akan menekan harga gula petani,”.

Dengan demikian, regulasi berkaitan fasilitas pembebasan dan keringanan bea masuk bahan baku/ bahan penolong tersebut perlu diperbaiki dan membutuhkan pengaturan yang lebih tepat dan cermat, sehingga tidak merugikan negara dan menyengsarakan rakyat di Indonesia. Di mana dalam tataran parktek pembebasan bea masuk impor bahan baku tersebut dimanfaatkan oleh para investor guna meningkatkan daya beli terhadap industrinya saja, tanpa memperhatikan kepentingan pihak lain.

Oleh karena itu, untuk membatasi agar tidak terlalu banyak penggunaan bahan baku impor oleh investor perlu adanya regulasi yang bersifat teknis berkaitan dengan penggunaan bahan baku lokal oleh investor. Secara umum, hal-hal yang perlu dilakukan pemerintah untuk mengatasi kegiatan impor bahan baku yang tidak memiliki kontribusi positif terhadap negara adalah sebagai berikut:

  1. Hanya memberikan fasilitas pembebasan bea masuk terhadap impor bahan baku yang sifatnya strategis untuk melengkapi produksi.
  2. Membatasi masuknya komoditi impor yang menganggu industri di Indonesia disesuikan dengan kesepakatan dalam WTO.
  3. Adanya kerjasama antara pemerintah dan kementrian perdangangan untuk mengantisipasi adanya dumping dari luar yang masuk ke Indonesia dengan memafaatkan pasar.

Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan, meskipun dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 telah di atur mengenai persyaratan penanaman modal yang diberi fasilitas-fasilitas Pembebasan dan Keringanan Bea Masuk, namun ternyata dalam tataran praktek proses seleksi terhadap perusahaan-perusahaan berdasarkan kriteria yang telah ditentukan dalam UUPM tersebut belum dapat dilakukan secara cermat dan menyeluruh. Yang kemudian terlalu memberi kelonggaran terhadap investor untuk mengimpor bahan baku dari luar sehingga mengurangi devisa negara yang seharusnya didapatkan.

baca juga Tata Cara Pemanfaatan HGU dan HGB Dalam Rangka Penanaman Modal

Pernyataan Menteri Keuangan Agus Martowardojo pada Rapat Kerja Komisi XI DPR dengan Menteri Keuangan, Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional Armida Alisjahbana, Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution, dan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin di Gedung Nusantara I DPR di Jakarta, kamis 6 September 2012, .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *