www.notarisdanppat.com – Sebagaimana diketahui bahwa dalam tata hukum Indonesia berlaku pluralisme hukum, salah satunya adalah hukum adat. Terkait dengan Pembagian Harta Besama bagaimanakah aturan hukum adat terhadap pembagian harta bersama tersebut?
Menurut hukum adat yang di maksud dengan harta perkawinan adalah : “Semua harta yang dikuasai suami istri selama mereka terikat dalam ikatan perkawinan, baik harta kerabat yang dikuasai, maupun harta perorangan yang berasal dari harta warisan, harta hibah, harta penghasilan sendiri, harta pencaharian hasil bersama suami istri, dan barang-barang hadiah. Kesemuanya itu di pengaruhi oleh prinsip kekerabatan yang dianut setempat dan bentuk perkawinan yang berlaku terhadap suami istri yang bersangkutan”. Berdasarkan hal tersebut, maka dalam perspektif hukum adat, harta perkawinan terbagi atas:
- Harta Bawaan
Harta bawaan merupakan jenis harta yang dibawa oleh suami atau istri yang diperoleh sebelum mereka melangsungkan pernikahan. Harta jenis ini menurut subyeknya terbagi atas harta bawaan suami dan harta bawaan istri. Sedangkan berdasarkan asal perolehannya harta bawaan terbagi atas harta warisan, harta hibah/wasiat, harta pemberian.
- Harta Penghasilan
Merupakan jenis harta yang diperoleh dari penghasilan secara pribadi tanpa ada campur tangan dari kerbat.
- Harta Pencaharian
Yaitu jenis harta yang diperoleh atas hasil usaha dari suami dan istri setelah melangsungkan pernikahan. Dalam kehidupan berkeluarga meskipun yang aktif dalam mencari penghasilan hanyalah suami dan istri mengurus anak, maka tetap saja harta itu menjadi “ harta suami dan sitri”. Dalam hukum adat jika masyarakat setempat menganut asa kekerabatan yang kuat, maka hal itu tidak dibedakan.
- Hadiah Perkawinan
Hadiah perkawinan merupakan jenis harta yang diberikan kepada suami-istri ketika berlangsungnya acara resepsi pernikahan. Harta perkawinan ini dapat dibedakan menjadi harta yang diterima oleh mempelai wanita (harta bawaan istri) dan harta yang diterima oleh mempelai berdua menjadi harta bersama.
Dalam masyarakat hukum adat apabila terjadi sebuah perceraian, maka harta bersama antara suami-istri harus dibagi. Adapun tata cara pembagian harta bersama menurut hukum adat adalah sebagai berikut:
- Harta bawaan asal dan harta bersama
Berkaitan dengan harta bawaan asal dari suami atau istri, jika terjadi perceraian maka menurut hukum adat kembali menjadi milik suami atau istri sebagai pihak yang membawa harta asal. Akan tetapi, menurut hukum adat juga ada ketentuan bahwa jika harta bawaan asal tersebut telah lebih dari 5 (lima) tahun bercampur dengan harta bersama yang tidak bisa dibedakan lagi, maka masing-masing pihak mendapatkan ½ dari harta yang tercampur tersebut.
- Harta Besama
Mengenai harta bersama, menurut hukum adat pembagian masing-masing suami-istri adalah ½ dari harta bersama.
Namun seringkali dalam masyarakat dalam proses pembagian banyak terjadi berbagai hambatan, adapun hambatan-hambatan dalam pembagian harta bersama dalam hukum adat antara lain:
- Kurangnya kesadaran hukum para pihak sehingga dalam proses pembagian harta bersama seringkali terjadi pertengkaran dan perebutan harta bersama. Demikian itu, disebabkan kurangnya pengetahuan dan kesadaran terhadap tata hukum yang berlaku.
- Dalam hal harta bersama berwujud sebuah rumah yang dibangun di atas rumah mertua, maka penyelesaian yang dilakukan umumnya adalah harus adanya musyawarah antara anak, mertua dan menantunya.
Pembagian harta bersama sebagaimana dijelaskan di atas, merupakan tata cara pembagian yang secara umum dilakukan pada masyarakat adat. Akan tetapi, ada beberapa kalangan masyarakat yang membagi harta bersama dengan cara berbeda. Seperti di Bali, yang disebut Sasuhun Sarembat, yang mempunyai kebiasaan sedemikian rupa sehingga suami mendapat 2/3 (dua pertiga) dan istri mendapat 1/3 (sepertiga). Akan tetapi setelah perang dunia kedua, asas ini semakin berkurang karena adanya kesadaran persamaan hak antara suami istri.
Baca Juga
- Pembagian Harta Bersama Antara Suami Istri yang Beragama Islam
- Harta Istri Yang memiliki Penghasilan Setelah Terjadi Perceraian
- Konsep Pembagian Harta Bersama dalam KUHPerdata
Dalam Yurisprudensi di Indonesia ada dua putusan mengenai pembagian harta bersama menurut hukum adat, yang menegaskan sebagai berikut:
- Keputusan Mahkamah Agung tanggal 25 Pebruari 1959 (Reg. No. 387/K/Sip/1958 menegaskan “bahwa menurut Hukum Adat yang berlaku di Jawa Tengah seorang janda mendapatkan separuh harta gono-gini”
- Keputusan Mahkamah Agung tanggal 9 April 1960 (Reg. No. 120 K/Sip/1960 menetapkan “bahwa harta pencaharian itu harus dibagi sama rata antara suami istri.”
Namun di masyarakat bilateral dan parental, ada 3 jenis pembagian harta dalam harta perkawinan. Adapun pembagiannya adalah sebagai berikut:
- Harta bawaaan suami atau istri kembali kepada yang memiliki ke dalam perkawinan;
- Harta penghasilan sendiri suami atau istri kembali kepada yang menghasilkannya;
- Harta pencaharian di bagi dua bagian antara suami dan istri menurut keadilan masyarakat setempat.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam pembagian harta bersama menurut sistem hukum adat di Indonesia juga bersifat prular, artinya diserahkan kepada kebiasaan adat setempat. Pertimbangan keadilan pembagian harta bersama di masing-masing daerah berbeda dan oleh karena itu tata cara pembagiannya pun juga berbeda.
Demikianlah artikel mengenai pembagian harta bersama dalam perspektif hukum adat di Indonesia, semoga ulasan kali ini bisa menambah wawasan kita dalam pembagian harta bersama dan lebih sadar akan hukum.