Overmacht (keadaan memaksa) Dalam Hukum Bisnis

notarisdanppat.com – Overmacht (keadaan memaksa) dalam hukum bisnis | Overmacht artinya keadaan memaksa. Dalam suatu perikatan jika Debitur dikatakan dalam keadaan memaksa sehingga tidak dapat memenuhi prestasinya, Debitur tidak dapat dipersalahkan / di luaer kesalahan Debitur.

Dengan perkataan lain Debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya karena overmacht bukan karena kesalahannya akan tetapi karena keadaan memaksa, maka Debitur tidak dapat dipertanggung gugatkan kepadanya. Dengan demikian Kreditur tidak dapat menuntut ganti rugi sebagaimana hak yang dimiliki oleh Kreditur dalam wanprestasi.

Pasal 1244 KUH Perdata menyebutkan:
“Jika ada alasan untuk itu si berhutang harus dihukum mengganti biaya, rugi, dan bunga, apabila ia tidak dapat membuktikan, bahwa hal tidak atau tidak pada waktu yang tepat dilaksanakannya perikatan itu, disebabkan karena suatu hal yang tak terduka, pun tidak dapat dipertanggung jawabkan padanya, karenanya itu pun jika itikad buruk tidaklah ada pada pihaknya”.

Pasal 1245 KUH Perdata:
“Tidaklah biaya rugi dan bunga, harus digantinya, apabila lantaran keadaan memaksa atau lantaran suatu kejadianntak disengaja si berutang berhalangan memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau lantaran hal yang sama telah melakukan perbuatan yang terlarang”.

Berdasarkan pasal-pasal di atas, dapat disimpulkan bahwa keadaan memaksa adalah keadaan dimana Debitur terhalang dalam memenuhi prestasinya karena suatu keadaan yang tak terduga lebih dahulu dan tidak dapat dipertanggungkan kepadanya, debitur dibebaskan untuk membayar ganti rugi dan bunga.

Unsur-unsur overmacht

1.      Ada halangan bagi Debitur untuk memenuhi kewajiban.
2.      Halangan itu bukan karena kesalahan Debitur.
3.      Tidak disebabkan oleh keadaan yang menjadi resiko dari Debitur.

Dengan adanya Overmacht, mengakibatkan berlakunya perikatan menjadi terhenti. Ini berearti bahwa:
1.      Kreditur tidak dapat meminta pemenuhan prestasi.
2.      Debitur tidak dapat lagi dinyatakan lalai.
3.      Resiko tidak beralih  kepada Debitur.

Jadi, dengan adanya Overmacht tidak melenyapkan adanya perikatan, hanya menghentikan berlakunya perikatan. Hal ini penting bagi adanya Overmacht yang bersifat sementara. Dalam suatu perjanjian timbal balik, apabila salah satu dari pihak karena Overmacht terhalang untuk berprestasi maka lawan juga harus dibebaskan untuk berprestasi.
Teori/Ajaran Overmacht
1.    Ajaran Overmacht objektif atau ajaran ketidakmungkinan yang mutlak.
Ajaran ini menyatakan bahwa Debitur dikatakan dalam keadaan Overmacht apabila pemenuhan prestasi itu ‘tidak mungkin bagi siapapun bagi setiap orang”
Contoh : A harus menyerahkan sapi kepada B, sapi itu ternyata di tengah jalan disambar petir, sehingga prestasi tidak mungkin dilaksankan bagi A dan bagi siapapun.
Dalam hal demikian menurut ajaran Overmacht Objektif ada Overmacht.
2.    Ajaran Overmacht Subjektif atau ajaran ketidakmungkinan relatif.
Ajaran ini menyatakan bahwa Debitur dikatakan dalam keadaan Overmacht, apapbila pemenuhan prestasi itu “bagi Debitur itu sendiri memang tidak dapat dilakukan, tetapi orang lain mungkin masih bisa melakukan”.
Contoh : Seorang pedagang tertentu harus menyerahkan barang-barang tertentu pada pedagang lain, kemudian ternyata harga barang itu sangat meningkat, sehingga pedagang tersebut tidak mungkin untuk membeli barang yang harganya tinggi tersebut akibatnya ia tidak bisa memenuhi barang-barang tersebut pada pedagang yang lain itu. Ketidakmungkinan Debitur untuk memenuhi prestasi menurut ajaran Overmacht objektif disebu impossibilitas, sedangkan ketidakmungkinan Debitur untuk memenuhi prestasi hanya bagi Debitur tertentu menurut ajaran Overmacht Subjektif terdebbut difficultas (menimbulkan kaberatan).
Pada tahun 1904 ajaran Overmacht subjektif mulai menghadapi serangan dari F.J.Houwing dengan teorinya “Inspanning Leer Theory” yang kemudian memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap teori dan praktik.

Menurut ajaran Inspanning Leer dari F.J.Houwing menyatakan bahwa Debitur dinyatakan bahwa tidak dapat melakukan prestasinya karena Overmacht yang subjektif, dengan satu ketentuan yaitu Debitur harus berusaha sekuat tenaga untuk memenuhi prestasi tersebut.

 

Perlunakan-perlunakan dari ajaran-ajaran Overmacht

Kedua ajaran Overmacht objektif dan subjektif mengalami perlunakan atau pergeseran, sehingga karenanya antara keduanya tersebut lalu terdapat perbedaan yang mencolok, masing-masing tidak bersifat mutlak lagi.

Perlunakan ajaran Overmacht objektif

Sebagaimana tertera dalam pasal 1444 KUH Perdata, dimana dalam pasl itu terdapat ketentuan bahwa jika barang-barang itu terjadi di luara perdagangan atau hilang, maka keadaan tersebut itu pun termasuk Overmacht juga, menurut ajaran overmacht objektif.

Ketika prestasinya bertentangan dengan moral atau bertentangan dengan peraturan umum, keadaan ini juga disebut overmacht. Demikian juga jika Debitur dengan pemenuhan prestasi itu kepentingan Debitur sendiri menjadi sangat dirugikan termasuk juga overmacht.

Ajaran objektif tentang overmacht bukan lagi merupakan ketidakmungkinan bagi tiap orang untuk melakukan prestasi, tidak lagi berpangkal pada impossibilitas,   tetapi merupakan kesangatsukaran (Difficultas) bagi tiap-tiap orang untuk melakukan prestasi.

Perlunakan ajaran overmacht subjektif

Ajaran ini berpendapat bahwa overmacht terjadi bila bagi Debitur itu sendiri tidak mungkin atau tidak bisa memenui  prestainya. Hal ini mengalami perlunakan-perlunakan karena ternyata dalam lalu lintas masyarakat orang harus berani menanggung resiko.

Kewajiban menanggung resiko yang demikian bisa terjadi karena sudah diperjanjikan secara tegas sesuai dengan sifat perjanjian tadi, maupun belum diperjanjikan secara tegas dalam perjanjian.

Baca Juga  kontrak-bisnis-dalam-hukum-bisnis/
Contoh : Perusahaan pengangkutan yang pekerjaan sehari-hari mengangkut barang-barang sesuai dengan sifat perusahaan tersebut, maka perusahaan tersebut harus menanggung resiko bila kemudian terjadi kerusakan-kerusakan mengenai barang-barang yang diangkutnya, sekalipun mengenai kerusakan-kerusakan itu di luar kesalahannya. Kewajiban atas menanggung atas resiko dalam perjanjian pengangkutan disebut ajaran menimbulkan bahaya (Gevaarzettingstheorie).
Dengan demikian ajaran overmacht subjektif juga mengalami pergeseran atau perlunakan yaitu denngan adanya perjanjian yang membuat tidak berlakunya overmacht dengan ajaran yang menimbulkan bahaya.

Overmacht dapat terjadi dengan adanya tiga kemungkinan :
1.      Karena kehilangan.
2.      Karena pencurian.
3.      Karena iklim.

Tetapi di samping salah satu dari ketiga hal tersebut Debitur harus memenuhi persyaratan bahwa :
1.      Dia tidak bersalah.
2.      Debitur tidak menanggung resiko, baik karena undang-undang atau karena perjanjian.
3.      Debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya dengan cara lain.
Jadi di sini jelas bahwa yang membuktikan adanya overmacht adalah debitur dan kreditur tidak perlu membuktikan bahwa tidak ada overmacht.
Bentuk khusus overmacht ini, kadang-kadang menimbulkan adanya overmacht tetapi kadang-kadang tidak dilihat dari kasusnya :
1.      undang-Undang dan tindakan Pemerintah
Hal ini dikaitmkan dengan larangan terhadap pengangkutan barang masuk ke Indonesia atau dari Indonesia. Hal ini dapat menghalangi pemenuhan prestasi dan akan menimbulkan overmacht. Bukannya prestasi itu tidak dapat dilakukan tetapi tidak boleh dilakukan karena adanya larangan undang-undang dan peraturan pemerintah.
2.      Sumpah
Sumpah yang dilakukan dengan terpaksa dapat menimbulkan overmacht, sedangkan sumpah yang dilakukan dengan sukarela tidak akan menimbulkan overmacht.
3.      Perbuatan yang dilakukan oleh pihak ketiga
Orangtua bertanggung gugat atas apa yang diperbuat anaknya yang melawan hukum, juga majikan terhadap perbuatan melawan hukum dari bawahannya, dan lain-lain.
4.      Sakit
Kadang-kadang sakit dapat dijadikan sebagai alasan untuk overmacht apabila  prestasi yang dilakukan itu melekat pada pribadi orang-orang itu.
5.      Pemogokan buruh
Pemogokan buruh dapat menimbulkan overmacht apabila pemogokan buruh itu disebabkan oleh rasa solidaritas terhadap buruh-buruuh yang lain sehingga perusahaan tidak dapat memenuhi pesanan dari para pemesannya.
Lain halnya apabila pemogokan itu disebabkan karena tuntutan dari para buruh yang layak ditolak oleh majikannya itu sendiri, maka  pemogokan itu tidak dapat dijadikan sebagai alasan overmacht.
6.      Tidak memiliki uang
Tidak memiliki uang pada umumnya tidak dapat menimbulkan overmacht, meskipun buikan kesalahan dari debitur dan tidak dapat diduga lebih dulu.

Baca Juga wanprestasi-dalam-hukum-bisnis/

Keempat hal ini merupakan alasan untuk adanya overmacht, namun dalam kasus tertantu (tidak untuk semua kasus umum).
a.       sifat-sifat overmacht
Overmacht dapat dibedakan :

1.      Penuh (lengkap =>seluruh prestasi tidak dapat dipenuhi oleh debitur.
2.      Sebagian =>hanya sebagian prestasi saja yang tidak dapat dipenuhi debitur.
Misal :
v  Untuk melever satu kambing, kemudian mati disambar petir overmacht penuh.
v  Untuk melever 10 kambing, mati juga disambar petir overmacht sebagian.
Pembagian lain :
Overmacht definitive tetap terjadi jika prestasi sama sekali tidak mungkin dilakukan:
Barang yang diserahkan menjadi binasa, atau jika pemenuhan prestasi dilakukan sesudah berhentinya overmacht menjadi tidak berharga lagi prestasinya.
Misal : pesan celana goni (sebelum kemerdekaannya) dan D tidak ada kesempatan untuk menyerahkan, sehingga dapat menyerahkan sesudzh kemerdekaan, maka penyerahan ini tidak ada artinya (karena bahan pakaian nyang bagus banyak dan tidak layak lagi memakai goni).
Overmacht sementara terjadi jika penyebab timbulnya ovremacht hanya sementara artinya kewajiban berprestasi akan timbul lagi setelah berhentinya  keadaan overmacht.
Misal: ada UU malarang untuk memperdagangkan barang tertentu, kalau UU itu dicabut, maka prestasi berlaku lagi.
REBUS SIC STANTIBUS yaitu perjanjian yang dibuat mensyaratkan keadaan seperti pada saat perjanjian itu dibuat tetap/tidak berubah.
Sekarang ajaran ini sudah ditinggalkan karena tidak sesuai dengan asa etikad baik.
Pasal 1338 ayat 3.
Terkandung asas “etikad baik, yaitu perjanjian atau persetujuan itu harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Itikad baik dalam perikatan ini sifatnya “objektif” dan subjektif disesuaikan itikad baik dalam hukum benda bersifata “subjektif”. Overmacht (keadaan memaksa) Dalam Hukum Bisnis

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *