notarisdanppat.com – INVESTASI TANAH KAVELING , investasi di sektor properti juga dapat dilakukan dengan cara membeli surat berharga seperti saham-saham perusahaan properti atau membeli surat utang berbentuk Obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan properti. Investor individu juga dapat membeli surat berharga bernama Dana Investasi Real Estate (DIRE),
sedangkan investor korporasi dapat membeli surat berharga bernama Efek Beragun Aset Properti (EBA properti). Pembelian saham, Obligasi, DIRE atau EBA tersebut dapat dilakukan melalui pasar modal atau bursa efek. Selain itu, investor properti juga bisa membeli “surat berharga komersial” atau Commercial Paper (CP) yang diterbitkan oleh perusahaan properti melalui pasar uang atau lembaga perbankan.
diterbitkan oleh perusahaan properti dapat menghubungi perusahaan Masyarakat investor yang ingin membeli saham atau Obligasi yang (BEI). Sedangkan masyarakat investor yang ingin membeli Commercia efek atau perusahaan sekuritas yang ada di Bursa Efek Indonesia Paper (CP) dapat menghubungi lembaga perbankan atau perusahaan properti yang menerbitkan CP tersebut.
EBA harus mengikuti prosedur “gopublic” yang ditetapkan otoritas pengawas pasar modal (Bapepam-LK, sekarang OJK). Di sisi lain penerbitan CP harus mengikuti prosedur yang ditetapkan Bank Indonesia selaku pengawas pasar uang. Jadi, penerbitan dan penjualan surat berharga tersebut tidak boleh dilakukan secara sembarangan karena hal tersebut menyangkut pengumpulan dana-dana milk masyarakat.
Penerbitan surat berharga berbentuk saham, Obligasi, DIRE atau
A. SAHAM PERUSAHAAN PROPERTI
Instrumen yang diperdagangkan di Pasar Modal Indonesia adalah efek atau surat berharga yang terbagi ke dalam lima kelompok besar, yaitu
1. Efek Bersifat Ekuitas (contoh: Saham),
2. Efek Bersifat Utang (contoh: Obligasi),
3. Produk Derivatif (contoh: Waran, Right, Opsi),
4. Produk Reksa Dana,
5. Produk Pasar Modal Syariah. 120
Efek Bersifat Ekuitas adalah efek atau surat berharga yang dapat menambah ekuitas pemilik modal. Efek Bersifat Ekuitas, meliputi: (a Saham, (b) Efek yang dapat ditukar dengan Saham atau (c) Efek yang
mengandung hak untuk memperoleh Saham.
Investor yang memiliki instrumen jenis ini berarti ikut menjadi pemilik perusahaan tersebut sebesar modal yang ditanamkan. Instrumen yang paling dikenal dari pasar jenis ini adalah Saham. Ada dua jenis saham yang umum dipasarkan, yaitu Saham Biasa (Common Stock) dan Sa
ham Preferen (Preferred Stock).
Saham (Share/Stock/Andeel/Andil) adalah salah satu instrumen Pasar Modal yang paling umum diperdagangkan, karena Saham mampu memberikan tingkat keuntungan yang menarik. Saham adalah tanda penyertaan modal dari seseorang atau badan usaha di dalam suatu perusahaan Perseroan Terbatas.
Dengan memiliki Saham berarti kita ikut memiliki perusahaan, sehingga berhak hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Perusahaan-perusahaan yang ingin menambah modal usaha dapat menerbitkan Saham dan kemudian menjual Saham tersebut melalui mekanisme Penawaran Umum (Go Public) dengan bantuan Perusahaan Efek selaku Penjamin Emisi Efek dan selaku Perantara Pedagang Efek.
Perusahaan yang telah Go Public dinamakan Emiten, dan jika Saham- nya telah dimiliki oleh lebih dari 300 orang dan memiliki modal disetor di atas Rp3 miliar, maka perusahaan Emiten tersebut dapat berubah status menjadi Perusahaan Publik. Emiten dan Perusahaan Publik di- golongkan sebagai Perusahaan Terbuka (Tbk) karena telah menjual sebagian Sahamnya kepada publik atau masyarakat investor. Keuntungan yang didapat investor dengan membeli Saham ada dua macam, yaitu:
1. Mendapatkan Dividen
Dividen adalah pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan dan berasal dari keuntungan perusahaan setiap tahun. Dividen diberikan setelah mendapat persetujuan dari pemegang Saham dalam RUPS. Jika seorang pemodal ingin mendapatkan Dividen, maka pemodal tersebut harus memegang saham tersebut dalam kurun waktu relatif lama yaitu hingga kepemilikan saham tersebut berada dalam periode di mana diakui sebagai pemegang saham yang berhak mendapatkan Dividen.
Dividen yang dibagikan perusahaan dapat berupa Dividen Tunai, artinya kepada setiap pemegang saham diberikan dividen berupa uang tunai untuk setiap saham, atau dapat berupa Dividen Saham yang berarti kepada setiap pemegang saham diberikan dividen sejumlah Saham sehingga jumlah Saham yang dimiliki pemodal akan bertambah dengan adanya pembagian Dividen Saham
tersebut.
2. Mendapatkan Capital Gain
Captain Gain merupakan selisih antara harga beli dan harga jual Saham. Capital Gain terbentuk dengan adanya aktivitas perdagangan Saham di Pasar Sekunder. Misalnya, Investor membe saham ABC dengan harga Rp3.000 per Saham kemudian menjual dengan harga Rp3.500 per Saham yang berarti pemodal tersebut mendapatkan Capital Gain sebesar Rp500 untuk setiap Saham
yang dijualnya.
Sebagai instrumen investasi, Saham memiliki risiko:
1. Capital Loss (Kehilangan Nilai Saham)
Capital Loss merupakan kebalikan dari Capital Gain, yaitu suatu kondisi di mana investor menjual Saham lebih rendah dari harga beli. Misalnya Saham PT. XYZ yang dibeli dengan harga Rp2.000 per Saham, kemudian harga Saham tersebut terus mengalami penurunan hingga mencapai Rp1.400 per Saham.
Karena takut harga Saham tersebut akan terus turun, investor menjual pada harga Rp1.400 sehingga mengalami kerugian sebesar Rp600 per Saham.
2. Risiko Likuidasi (Risiko Pailit)
Risiko Likuidasi terjadi manakala perusahaan penerbit saham dinyatakan bangkrut oleh Pengadilan, atau perusahaan tersebut dibubarkan. Dalam hal ini hak klaim dari pemegang saham mendapat prioritas terakhir setelah seluruh kewajiban perusahaan dapat dilunasi dari hasil penjualan kekayaan perusahaan. Jika masih terdapat sisa hasil penjualan kekayaan perusahaan, maka sisa tersebut dibagi secara proporsional kepada seluruh pemegang saham. Namun jika tidak terdapat sisa kekayaan perusahaan, maka pemegang saham tidak akan memperoleh hasil likuidasi tersebut. Kondisi ini merupakan risiko terberat dari pemegang perkembangan perusahaan. 123 Untuk itu pemegang Saham dituntut terus menerus mengikuti
saham.
Harga-harga Saham dapat berfluktuasi naik atau turun. Pembentukan harga Saham terjadi karena adanya kekuatan supply (penawaran) dan demand (permintaan) atas Saham tersebut. Supply dan demand disebabkan banyak faktor, misalnya:
1. faktor mikro-ekonomi (kinerja perusahaan, kinerja industri di mana perusahaan tersebut bergerak, perubahan manajemen perusahaan, produktivitas karyawan, harga bahan baku, ketersediaan bahan baku, prospek penjualan, dan lain-lain).
2. faktor makro-ekonomi (tingkat suku bunga, inflasi, nilai tukar, kondisi ekonomi dunia).
3. faktor non-ekonomi (seperti kondisi sosial-politik dan faktor lainnya). Efek Bersifat Ekuitas, sesuai Penjelasan Pasal 83 UU Nomor 8/1995 tentang Pasar Modal, terdiri dari:
1. Saham.
2. Efek yang dapat ditukar dengan Saham.
3. Efek yang mengandung hak untuk memperoleh Saham.
Saham terdiri dari Saham Biasa (Common Stock) dan Saham Preferen (Preferred Stock). “Efek yang dapat ditukar dengan Saham” contohnya Obligasi Konversi. Sedangkan contoh “Efek yang mengandung hak untuk memperoleh Saham” adalah:
1. Right/Preemtive Right/Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu/HMETD,
dan
2. Waran/Warrant.
Saham Biasa (Common Stock) adalah jenis Efek yang paling banyak diperdagangkan di Pasar Modal. Saham Biasa terdiri dari dua jenis: (a) Saham Atas Nama, (b) Saham Atas Unjuk. Pada jenis Saham Atas Nama, nama pemilik Saham tercatat secara jelas di atas lembar Saham tersebut. Sedangkan pada Saham Atas Unjuk nama pemilik saham tidak tertera di atas saham tersebut, sehingga pemilik Saham Atas Unjuk adalah pihak yang memegang saham tersebut.
Saham Biasa adalah jenis saham yang tidak mempunyai hak istimewa (hak preferen). Artinya, jika perusahaan dilikuidasi maka hasil penjualan aset perusahaan pertama kali akan dibayarkan kepada para kreditor, kemudian kepada para pemegang Saham Preferen, baru kalau masih ada sisanya diberikan kepada para pemegang Saham Biasa. Meskipun demikian, dalam kondisi perusahaan yang normal (tidak dilikuidasi). pemegang Saham Biasa tetap berhak mendapatkan dividen, berhak hadir dalam RUPS, dan memiliki hak suara dalam RUPS sebesar Saham yang dimilikinya.
Saham Preferen adalah jenis saham yang mempunyai hak istimewa (hak preferen), yaitu hak didahulukan dibanding pemegang saham biasa dalam kasus pembagian harta perusahaan pailit. Artinya, jika perusahaan pailit dan dilikuidasi, maka harta perusahaan akan dibayarkan terlebih dahulu kepada para kreditor, kemudian para pemegang Saham Preferen, baru yang terakhir kepada pemegang Saham Biasa.
baca juga
- TIPS MEMILIH DEVELOPER & KONTRAKTOR
- TIPS MENGURUS PEMECAHAN, PEMISAHAN DAN PENGGABUNGAN TANAH
- TIPS MENGURUS PERUBAHAN STATUS TANAH
- TIPS MENGURUS SERTIFIKAT TANAH GIRIK
- TIPS JUAL-BELI RUMAH BEKAS PAKAI
Ciri-ciri penting Saham Preferen adalah:
1. Hak utama atas dividen. Pemegang Saham Preferen mempunyai hak lebih dulu untuk menerima dividen sebelum pemegang Saham
Biasa.
2. Hak utama atas aktiva perusahaan. Dalam likuidasi, pemegang Saham Preferen berkedudukan sesudah kreditor biasa, tetap sebelum pemegang Saham Biasa. Pemegang Saham Preferen berhak menerima pembayaran maksimum sebesar nilai nominal Saham Preferen, sesudah pembayaran kepada para kreditor perusahaan dan pemegang Obligasi perusahaan.
3. Penghasilan tetap. Para pemegang Saham Preferen berhak atas penghasilan tetap dari pembagian dividen. Misalkan, Saham Preferen 15%, memberikan hak kepada pemegang saham untuk menerima dividen sebesar 15% dari nilai nominal saham setiap tahun. Kadang kala pemegang Saham Preferen juga turut mendapat penghasilan
tambahan dari hasil pembagian laba perusahaan.
4. Jangka waktu yang tidak terbatas. Umumnya Saham Preferen dikeluarkan untuk jangka waktu yang terbatas. Akan tetapi dapat juga pengeluaran Saham Preferen dilakukan dengan syarat perusahaan mempunyai hak untuk membeli kembali Saham Preferen tersebut dengan suatu harga tertentu.
5. Tidak mempunyai hak suara. Umumnya para pemegang Saham Preferen tidak mempunyai hak suara dalam RUPS. Kalaupun hak suara diberikan biasanya dibatasi pada hal-hal yang menyangkut manajemen perusahaan.
6. Saham Preferen Kumulatif. Dalam hal ini dividen yang tidak terbayar pada pemegang Saham Preferen tetap menjadi utang perusahaan dan harus dibayar pada tahun tersebut atau tahun berikutnya bilamana perusahaan mempunyai laba yang mencukupi. Tunggakan para pemegang Saham Preferen harus lebih dulu dibayar sebelum pembayaran dividen kepada pemegang Saham Biasa,
Jenis Saham Preferen terdiri dari:
1. Saham Preferen Kumulatif,
2. Saham Preferen Nonkumulatif,
3. Saham Preferen Participating.
Saham Preferen Kumulatif, dividen yang tidak dibayarkan tahun sebe- lumnya diakumulasikan pada tahun berikutnya (sebelum pembayaran dividen tahun berjalan). Saham Preferen Nonkumulatif, dividen yang tidak dibayarkan tahun sebelumnya tidak diakumulasikan. Kegagalan membayar dividen dapat mengakibatkan pengenaan pembatasan pada manajemen, contohnya jika pembayaran dividen ditunggak, pe- megang Saham Preferen mungkin diberi hak suara. Participating Pref- fered Stock, di samping memperoleh dividen tetap seperti yang telah ditentukan, juga memperoleh ekstra dividen jika perusahaan dapat mencapai sasaran yang telah ditetapkan.”
Masyarakat investor yang butuh dana cepat namun tidak ingin kehilan- gan sahamnya, dapat menggadaikan saham tersebut kepada pihak 124 Pandji Anoraga, dan Piji Pakarti, 2003, “Pengantar Pasar Modal (Edisi Revisi)”, Cetakan ke-4, Penerbit PT. Rineka Cipta, Jakarta, hal.54-56. 125 Dikutp dari www.ipotindonesia.com 13 Mei 2010.
lain seperti Perusahaan Efek atau Perum Pegadaian. Proses Gadai Sa ham (Repo Saham) ini dapat dilakukan pada saham berbentuk warkat (seperti Surat Kolektif Saham), maupun pada saham berbentuk tanpa warkat (Scripless). Gadai Saham di Perum Pegadaian mensyaratkan agunan Saham yang berasal dari 25 saham unggulan Indeks LQ-45 dengan nilai agunan saham sebesar 200% dibandingkan nilai pinja man. Saham yang digadaikan tersebut akan dimutasikan dari rekening debitor yang ada di PT. Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) ke rek
ening Perum Pegadaian yang juga ada di KSEI.
Perusahaan yang melakukan penawaran umum saham perdana ke publik (Initial Public Offering/IPO) masih belum signifikan. Saat ini baru ada 443 perusahaan yang mencatatkan saham (listing) di Bur- sa Efek Indonesia (BEI), dan 49 perusahaan di antaranya merupakan emiten yang bergerak di bidang properti, termasuk yang bergerak di bidang konstruksi. Berdasarkan data BEI, jumlah emiten sektor properti yang melakukan perdagangan saham di BEI sebanyak 42 perusahaan pengembang ditambah 7 perusahaan yang bergerak di bidang kon- struksi bangunan. 126
Daftar nama pengembang properti yang tercatat di Bursa Efek Indonesia: 127
1. PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN).
2. PT Alam Sutera Realy Tbk (ASRI).
3. PT Bekasi Asri Pemula Tbk (BAPA).
4. PT Bumi Citra Permai Tbk (BCIP).
5. PT Bekasi Fajar Industrial Estate Tbk (BEST). 6. PT Bhuwanatala Indah Permai Tbk (BIPP). 7. PT Bukit Darmo Property Tbk (BKDP).
8. PT Sentul City Tbk (BKSL).
9. PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE). 10. PT Cowell Development Tbk (COWL). 11. PT Ciputra Development Tbk (CTRA). 12. PT Ciputra Property Tbk (CTRP).
13. PT Ciputra Surya Tbk (CTRS).
126 Dikutip dan diedit dari artikel berjudul “Inilah Emiten yang Melantai di Bursa”, 6 Juni
2012
14. PT Duta Anggada Realty Tbk (DART). 15. PT Intiland Development Tbk (DILT). 16. PT Duta Pertiwi Tbk (DUTI).
17. Bakrieland Development Tbk (ELTY). 18. PT Megapolitan Developments Tbk (EMDE). 19. PT Fortune Mate Indonesia Tbk (FMI)
20. PT Gowa Makassar Tourism Development Tbk (GMTD). 21.PT Perdana Gapuraprima Tbk (GPRA).
22. PT Greenwood Sejahtera Tbk (GWSA).
23. PT Jakarta International Hotel & Development Tbk (JIHD). 24. PT Jaya Real Property Tbk (JRPT).
25.PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA).
26. PT Global Land Development Tbk (KPIG).
27. PT Lamicitra Nusantara Tbk (LAMI).
28. PT Laguna Cipta Griya Tbk (LCGP).
29. PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK).
30. PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR).
31.PT Modernland Realty Tbk (MDLN).
32. PT Metropolitan Kentjana Tbk (MKPI).
33. PT Metropolitan Land Tbk (MLTA).
34. PT Metro Realty Tbk (MTSM).
35. PT Indonesia Prima Property Tbk (OMRE).
36. PT Pakuwon Jati Tbk (PWON).
37. PT Panca Wiratama Sakti Tbk (PWSI).
38. PT Ristia Bintang Mahkotasejati Tbk (RBMS). 39. PT Roda Vivatex Tbk (RBMS).
40. PT Danayasa Arthatama Tbk (SCBD).
41.PT Suryamas Dutamakmur Tbk (SMDM). 42.PT Summarecon Agung Tbk (SMRA).
Daftar nama perusahaan konstruksi yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia:
1. PT Adhi Karya Persero Tbk (ADHI).
2. PT Duta Graha Indah Tbk (DGIK).
3. PT Jaya Konstruksi Manggala Pratama Tbk (JKON).
4. PT Pembangunan Perumahan Persero Tbk (PTPP).
5. PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA). 6. PT Total Bangun Persada Tbk (TOTL). 7. PT Wijaya Karya Persero Tbk (WIKA).
B. OBLIGASI PERUSAHAAN PROPERTI
Obligasi (Bond) adalah surat utang jangka menengah dan jangka panjang yang dapat dialihkan. Obligasi berisi janji dari pihak Penerbit Obligasi untuk membayar imbalan berupa bunga pada periode tertentu dan melunasi pokok utang pada waktu yang telah ditentukan kepada pihak Pembeli Obligasi. Jadi, dalam transaksi Obligasi dapat berakibat hukum terjadinya utang-piutang. Perusahaan Penerbit Obligasi disebut pihak yang memiliki utang (berutang/debitor), sedangkan Pembeli Obligasi disebut pihak yang memiliki piutang (berpiutang/kreditor). Perbedaan antara Saham dan Obligasi, antara lain:
1. Saham adalah bukti kepemilikan perusahaan, sedangkan Obligasi adalah bukti utang perusahaan.
2. Obligasi memiliki saat jatuh tempo sedangkan Saham tidak memiliki saat jatuh tempo.
3. Perusahaan penerbit Obligasi tetap wajib membayar bunga dan pokok utang meskipun merugi, sedangkan penerbit Saham yang sedang merugi tidak wajib membagikan keuntungan (dividen). 4. Perusahaan penerbit Obligasi yang tidak mampu membayar bunga dan pokok utang dapat dipailitkan, sedangkan perusahaan dipailitkan. penerbit Saham yang tidak dapat memberikan dividen tidak dapat
Jenis Obligasi yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia ada 3
macam yaitu:
1. Corporate Bonds yaitu Obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan, baik perusahaan berbentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN),
atau badan usaha swasta.
2. Government Bonds yaitu Obligasi yang diterbitkan oleh Peme-
rintah RI.
3. Retail Bonds yaitu Obligasi yang diperjualbelikan dalam satuan nilai nominal yang kecil, baik dalam bentuk Corporate Bonds maupun
Government Bonds.
Karakteristik Obligasi meliputi hal-hal sebagai berikut:129
1. Nilai Nominal (Face Value) adalah nilai pokok dari suatu Obligasi yang akan diterima oleh pemegang Obligasi pada saat Obligasi tersebut jatuh tempo.
2. Kupon (the Interest Rate) adalah nilai bunga yang diterima peme- gang Obligasi secara berkala (kelaziman pembayaran kupon Obli- gasi adalah setiap 3 atau 6 bulanan). Kupon Obligasi dinyatakan dalam annual persentase.
3. Jatuh Tempo (Maturity) adalah tanggal di mana pemegang Obligasi akan mendapatkan pembayaran kembali pokok atau Nilai Nominal Obligasi yang dimilikinya. Periode jatuh tempo Obligasi bervariasi mulai dari 365 hari sampai dengan di atas 5 tahun. Obligasi yang akan jatuh tempo dalam waktu 1 tahun akan lebih mudah untuk diprediksi, sehingga memilki resiko yang lebih kecil dibandingkan dengan Obligasi yang memiliki periode jatuh tempo dalam waktu 5 tahun. Secara umum, semakin panjang jatuh tempo suatu Obligasi, maka semakin tinggi Kupon/bunganya.
4. Penerbit Obligasi/Emiten (Issuer). Mengetahui dan mengenal pener- bit Obligasi merupakan faktor sangat penting dalam melakukan in- vestasi Obligasi Ritel. Mengukur resiko/kemungkinan dari penerbit Obigasi tidak dapat melakukan pembayaran kupon dan atau pokok Obligasi tepat waktu (disebut default risk) dapat dilihat dari pering- kat (rating) Obligasi yang dikeluarkan oleh lembaga pemeringkat seperti PT. PEFINDO atau PT. Kasnic Indonesia.
Berbeda dengan harga saham yang dinyatakan dalam bentuk mata ang, harga Obligasi dinyatakan dalam persentase (%), yaitu persentase dari nilai nominal. Ada tiga kemungkinan harga pasar dari Obligasi yang ditawarkan, yaitu:
1. Par (nilai Pari): Harga Obligasi sama dengan nilai nominal. Misal: Obligasi dengan nilai nominal Rp50 juta dijual pada harga 100%, maka nilai Obligasi tersebut adalah 100% x Rp50 juta = Rp50 juta. 129 Diakses dari BEI (www.idx.co.id) 13 Mei 2010.
nominal. Misal: Obligasi dengan nilai nominal Rp50 juta dijua 2. At Premium (dengan Premi): Harga Obligasi lebih besar dari nila dengan harga 102%, maka nilai Obligasi adalah 102% x Rp50 juta 3. At Discount (dengan Discount): Harga Obligasi lebih kecil dari ni lai nominal. Misal: Obligasi dengan nilai nominal Rp50 juta dijual dengan harga 98%, maka nilai dari Obligasi adalah 98% x Rp50
juta = Rp49 juta. 130
Obligasi memiliki beberapa jenis yang berbeda, yaitu:
1. Dilihat Dari Sisi Penerbit
a.
Corporate Bonds: Obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan, baik yang berbentuk badan usaha milik negara (BUMN), atau
badan usaha swasta.
b. Government Bonds: Obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah pusat.
C.
Municipal Bonds: Obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah daerah untuk membiayai proyek-proyek yang berkaitan dengan kepentingan public (public utility).
2. Dilihat dari Sistem Pembayaran Bunga
a. Zero Coupon Bonds: Obligasi yang tidak melakukan pembayaran bunga secara periodik. Namun, bunga dan pokok dibayarkan sekaligus pada saat jatuh tempo.
C.
b. Coupon Bonds: Obligasi dengan kupon yang dapat diuangkan secara periodik sesuai dengan ketentuan penerbitnya. Fixed Coupon Bonds: Obligasi dengan tingkat kupon bunga yang telah ditetapkan sebelum masa penawaran di pasar perdana dan akan dibayarkan secara periodik.
d. Floating Coupon Bonds: Obligasi dengan tingkat kupon bunga yang ditentukan sebelum jangka waktu tersebut, berdasarkan suatu acuan tertentu seperti Average Time Deposit (ATD) yaitu
rata-rata tertimbang tingkat suku bunga deposito dari bank pemerintah dan swasta.
3. Dilihat dari Hak Penukaran/Opsi
Convertible Bonds: Obligasi yang memberikan hak kepada pemegang Obligasi untuk mengkonversikan Obligasi tersebut ke dalam sejumlah saham milik penerbitnya.
b. Exchangeable Bonds: Obligasi yang memberikan hak kepada pemegang Obligasi untuk menukar saham perusahaan ke dalam sejumlah saham perusahaan afiliasi milik penerbitnya.
C.
Callable Bonds: Obligasi yang memberikan hak kepada emiten untuk membeli kembali Obligasi pada harga tertentu sepanjang umur Obligasi tersebut.
d. Putable Bonds: Obligasi yang memberikan hak kepada inves- tor yang mengharuskan emiten untuk membeli kembali Obli- gasi pada harga tertentu sepanjang umur Obligasi tersebut.
4. Dilihat dari Segi Jaminan atau Kolateralnya
Secured Bonds: Obligasi yang dijamin dengan kekayaan tertentu dari penerbitnya atau dengan jaminan lain dari pihak ketiga. Dalam kelompok ini, termasuk di dalamnya adalah:
Guaranteed Bonds: Obligasi yang pelunasan bunga dan pokoknya dijamin dengan penangguangan dari pihak ketiga.
Mortgage Bonds: Obligasi yang pelunasan bunga dan pokoknya dijamin dengan agunan hipotik atas properti atau asset tetap.
Collateral Trust Bonds: Obligasi yang dijamin dengan efek yang dimiliki penerbit dalam portofolionya, misalnya saham-saham anak perusahaan yang dimilikinya.
Unsecured Bonds: Obligasi yang tidak dijaminkan dengan kekayaan tertentu tetapi dijamin dengan kekayaan penerbitnya
secara umum.
5. Dilihat Dari Segi Nilai Nominal
Conventional Bonds: Obligasi yang lazim diperjualbelikan
dalam satu nominal, Rp1 miliar per satu lot.
b. Retail Bonds: Obligasi yang diperjual belikan dalam satuan nila nominal yang kecil, baik corporate bonds maupun government
bonds.
6. Dilihat Dari Segi Perhitungan Imbal Hasil
Conventional Bonds: Obligasi yang diperhitungan dengan
menggunakan sistem kupon bunga.
b. Syariah Bonds: Obligasi yang perhitungan imbal hasil dengan
menggunakan perhitungan bagi hasil. Dalam perhitungan ini dikenal dua macam Obligasi syariah, yaitu:
Obligasi Syariah Mudharabah merupakan Obligasi syariah yang menggunakan akad bagi hasil sedemikian sehingga pendapatan yang diperoleh investor atas Obligasi tersebut diperoleh setelah mengetahui pendapatan emiten. Obligasi Syariah Ijarah merupakan Obligasi syariah yang menggunakan akad sewa sedemikian sehingga kupon (fee ijarah) bersifat tetap, dan bisa diketahui/diperhitungkan sejak awal Obligasi diterbitkan.
Dilihat dari cara peralihannya, Obligasi dapat dibedakan menjadi: 1. Obligasi Atas Unjuk (Beared Bond/Aan Toonder Obligatie)
Obligasi Atas Unjuk merupakan Obligasi yang tidak mencantumkan nama pemegangnya, sehingga siapa yang memegang Obligasi tersebut maka dialah yang dianggap sebagai pemiliknya. Dengan menunjukkan sertifikat Obligasi Atas Unjuk pada saat jatuh tempo, maka si pemegangnya akan mendapatkan hak atas pelunasan pokok maupun bunga Obligasi tersebut. Obligasi Atas Unjuk
memiliki ciri:
a. nama pemilik tidak tercantum pada sertifikat Obligasi, b. setiap sertifikat Obligasi disertai dengan “kupon bunga” yang dapat dilepaskan dan diserahkan kepada penerbit Obligasi atau agen pembayarannya setiap waktu jika bunganya telah
jatuh tempo,
C.
kertas sertifikat Obligasi dibuat dari bahan yang berkualitas tinggi seperti halnya kertas untuk membuat uang,
d. bunga dan pokok Obligasi hanya dibayarkan kepada orang yang dapat menunjukkan kupon bunga dan sertifikat Obligasi,
e.
f.
kupon bunga dan sertifikat Obligasi yang rusak dapat diminta penggantian,
diganti, 132 kupon bunga dan sertifikat Obligasi yang hilang tidak dapat
2. Obligasi Atas Nama (Registered Bond/Naam Obligatie). Obligasi Atas Nama adalah Obligasi yang mencantumkan nama pemegangnya. Obligasi Atas Nama dapat dibedakan menjadi:
Obligasi Atas Nama untuk pokok pinjaman, di mana pada Obligasi ini nama pemilik tercantum dalam sertifikat Obligasi dan kupon bunga dilekatkan padanya.
b. Obligasi Atas Nama untuk bunga, di mana pada Obligasi ini nama pemilik tidak tercantum pada sertifikat Obligasi, tetapi nama dan alamat pemilik dicatat di perusahaan penerbit Obligasi untuk memudahkan penghitungan bunga.
Obligasi Atas Nama untuk pokok pinjaman dan bunga, di mana pada Obligasi ini nama pemilik tercantum dalam sertifikat Obligasi tetapi tidak tercantum pada kupon bunga. Pembayaran pokok dan bunga langsung disampaikan kepada pemilik Obligasi yang namanya tercantum di perusahaan penerbit Obligasi.
Peralihan Obligasi Atas Nama, menurut Pasal 613 KUH Perdata, harus dilakukan dengan suatu akta, baik akta otentik atau akta di bawah tangan. Dengan akta ini, hak atas Obligasi Atas Nama dilimpahkan kepada pihak lain. Penyerahan tersebut baru menimbulkan akibat hukum bagi penerbit Obligasi setelah diberitahukan kepada penerbit Obligasi atau secara tertulis disetujui dan diakui oleh penerbit Obligasi.
Pendapatan atau imbal hasil atau return yang akan diperoleh dari investasi Obligasi dinyatakan sebagai yield, yaitu hasil yang akan diperoleh investor apabila menempatkan dananya untuk dibelikan Obligasi. Sebelum memutuskan untuk berinvestasi Obligasi, investor harus mempertimbangkan besarnya yield Obligasi, sebagai faktor
pengukur tingkat pengembalian tahunan yang akan diterima. Resiko Obligasi, meliputi:
1. Risiko Likuiditas melekat pada semua Obligasi, Obligasi pemerintah dan Obligasi korporasi. Risiko ini timbul dari kemungkinan tidak likuidnya suatu Obligasi diperdagangkan atau tidak mudahnya menjual suatu Obligasi di Pasar Sekunder. Pasar Sekunder Obligasi tidak seramai Pasar Sekunder Saham. Jika di pasar Saham saja ada Saham yang tidak likuid, apalagi dalam pasar Obligasi. Untuk dua Obligasi yang sama karektiristiknya kecuali yang satu likuid dan yang satunya lagi tidak likuid, investor akan meminta tambahan tingkat bunga untuk Obligasi yang tidak likuid atau premium risiko likuiditas, istilah bakunya. Suatu Obligasi menjadi likuid di Pasar Sekunder jika permintaan beli untuk Obligasi itu cukup banyak atau memang ada pihak yang berperan sebagai market maker yang salah satu fungsinya sebagai pembeli dan penjual stand-by untuk Obligasi itu.
2. Risiko Maturitas. Risiko ini juga ada pada semua Obligasi, terutama Obligasi korporasi dan berkaitan dengan masa jatuh tempo Obligasi. Secara umum, semakin lama jatuh tempo Obligasi, semakin besar tingkat ketidakpastian, sehingga semakin besar Risiko Maturitas. Risiko Maturitas dari Obligasi (pemerintah dan korporasi) negara berkembang seperti Indonesia wajarnya lebih besar daripada risiko maturitas Obligasi negara maju seperti Amerika. Karena itu, investor yang rasional akan meminta premium maturitas untuk Obligasi yang sama karekteristiknya tetapi jatuh temponya lebih lama, katakan yang 10 tahun lagi berbanding yang 3 tahun lagi. Karena adanya risiko maturitas ini, Obligasi korporasi berjangka waktu lebih dari 5 I tahun jarang diterbitkan di Indonesia karena kurang diminati. 3. Risiko Default (gagal bayar). Risiko default hanya ada pada Obligas korporasi. Berbeda dengan ORI dan SUN yang dijamin pemerintah
sebagai pengutang, Obligasi korporasi tidak dijamin pemerintah. Investor yang membeli Obligasi korporasi harus menyadari bahwa investasinya bisa tidak kembali jika sebelum Obligasi jatuh tempo, korporasi itu bangkrut. Risiko korporasi bangkrut sehingga Obli- gasi dan bunganya menjadi gagal dibayar inilah yang dimaksud
dengan risiko default.
Saat ini banyak perusahaan, terutama dari kalangan industri perbank- an nasional, yang menerbitkan “Obligasi Sub-Ordinasi” atau “Obli- gasi Sub-Debt”. Bank-bank nasional pada umumnya lebih cenderung menerbitkan Obligasi Sub-Ordinasi dengan tujuan menaikkan Rasio Kecukupan Modal atau CAR. Dana yang diperoleh dari penerbitan Ob- ligasi Sub-Ordinasi umumnya berjangka panjang sehingga sesuai untuk disalurkan sebagai kredit infrastruktur atau kredit investasi lainnya. “Obligasi Sub-Ordinasi” adalah Obligasi yang memiliki peringkat lebih rendah dibandingkan Obligasi biasa. Jika terjadi kepailitan ada urutan pembayaran, pertama pembayaran untuk likuidator, kemudian pem- bayaran utang pajak, karyawan, dan lain-lain. Obligasi yang pem- bayarannya diutamakan adalah Obligasi yang memiliki tanggal pener- bitan paling awal atau Obligasi Senior. Setelah Obligasi Senior dilunasi baru pembayaran Obligasi Sub-Ordinasi. Karena risikonya lebih tinggi, maka Obligasi Sub-Ordinasi memiliki peringkat kredit lebih rendah dari Obligasi Senior, namun suku bunganya biasanya lebih tinggi dibandingkan Obligasi Senior.
Obligasi ada yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah atau Obligasi Syariah (Sukuk) yang tidak mengandung “bunga”, melainkan “bagi- hasil”. Sukuk dapat diterbitkan perusahaan melalui mekanisme pasar modal. Saat ini, pemerintah telah mendirikan BUMN yaitu PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) guna membantu mempercepat pembangunan infrastruktur di Indonesia. SMI telah menerbitkan Obligasi dan Sukuk yang ditawarkan kepada para investor. Sukuk SMI berbentuk Sukuk Hijau yang dilandasi aset dasar berupa proyek infrastruktur ramah lingkungan.
Pemegang Saham adalah pemilik perusahaan.
Jangka waktu tidak terbatas selama perusahaan masih hidup.
Investor berpotensi mendapat dividen, capital gain, capital loss. Risiko investasinya lebih besar. Punya hak suara dalam RUPS.
Jika terjadi kepailitan, pemegang saham mendapat prioritas terakhir untuk dilunasi.
Perikatan Saham berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan.
Obligasi
Bukti pengakuan utang perusahaan. Pemegang Obligasi adalah kreditor
perusahaan.
Jangka waktu dibatasi oleh tanggal
jatuh tempo.
Investor mendapat bunga tetap (suku
bunga tahunan).
Risiko investasinya lebih kecil. Tidak punya hak suara dalam RUPS. Hanya punya hak suara dalam RUPO (Rapat Umum Pemegang Obligasi). Jika terjadi kepailitan, pemegang Obligasi mendapat pelunasan lebih dulu dibanding pemegang Saham. Perikatan Obligasi berdasarkan Kontrak Perwaliamanatan.
C. CP PERUSAHAAN PROPERTI
Investor properti dapat membeli surat berharga bernama Commercial Paper (CP) yang diterbitkan perusahaan properti melalui pasar uang atau lembaga perbankan. Surat berharga CP mirip dengan Obligas yaitu sama-sama bersifat surat utang namun keduanya memiliki jangka waktu pelunasan yang berbeda. CP memiliki jangka waktu pelunasan kurang dari satu tahun, sedangkan Obligasi memiliki jangka waktu pelunasan lebih dari satu tahun sehingga termasuk instrumen pasar modal. Penerbitan CP saat ini diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/9/PBI/2017 tentang Penerbitan dan Transaksi Surat Berharga
Komersial di Pasar Uang.
Surat Berharga Komersial atau Commercial Paper (CP) adalah surat berharga berbentuk surat utang tanpa jaminan khusus (unsecured loan
yang diterbitkan oleh perusahaan besar (nonbank) yang mempunyai reputasi baik guna menghimpun dana dari para investor di pasar uang untuk keperluan modal kerja jangka pendek. Karena tergolong surat berharga, maka instrumen ini mudah dialihkan dan dapat diper- dagangkan di pasar uang. Perdagangan CP dapat dilakukan di dalam negeri dan di luar negeri guna menghimpun dana dari investor lokal
maupun investor asing.134
CP pada dasarnya tergolong surat sanggup (promes) yang diatur Khusus oleh Bank Indonesia. CP adalah surat utang tanpa jaminan (unsecured loan), maksudnya “tanpa jaminan khusus” seperti agunan tanah/bangunan. Meskipun tidak ada jaminan khusus, CP tetap dijamin secara umum dengan seluruh aset perusahaan penerbit CP. Artinya, jika penerbit CP wanprestasi maka pemegang CP (selaku kreditor) dapat menggugat secara perdata via Pengadilan Negeri atau menggugat pailit via Pengadilan Niaga untuk mendapat pelunasan dari penjualan aset perusahaan.
Penjaminan CP berbeda dengan kredit bank yang dijamin secara khusus dengan agunan fisik seperti tanah atau bangunan. Jika nasabah kredit bank wanprestasi (ingkar janji), maka bank dapat menjual agunan milik nasabah. Hal inilah yang membuat kredit bank digolongkan sebagai secured loan atau pinjaman dengan jaminan khusus. Karena CP tergolong unsecured loan (tidak ada jaminan khusus), maka perusahaan penerbit CP perlu diaudit oleh perusahaan pemeringkat efek guna mengetahui tingkat kemampuan perusahaan tersebut dalam membayar utang.
CP diterbitkan oleh perusahaan besar nonbank yang memiliki reputasi bisnis baik, serta memiliki kemampuan membayar utang. Penerbitan dan perdagangan CP melibatkan bank atau perusahaan efek. Selain itu, bank juga bertindak selaku agen pembayar CP. Sedangkan para investor yang ingin membeli CP dapat berasal dari investor individu atau badan hukum dari dalam negeri maupun luar negeri.
CP termasuk surat utang berjangka pendek (di bawah satu tahun) sehingga layak digolongkan sebagai instrumen pasar uang. Hal ini 134 Untuk memahami lebih mendalam tentang seluk beluk CP dan instrumen pasar uang yang lainnya, silakan membaca buku karya Tim Penulis Ayah-Bunda-Cita berjudul “Buku Pintar: Pasar Uang & Pasar Valas”, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2013.
berbeda dengan Obligasi yang tergolong surat utang berjangka panjang (di atas satu tahun) sehingga termasuk instrumen pasar modal. Di diskon) atau tidak memakai sistem kupon. Di sisi lain, pembayaran samping itu, perdagangan CP hanya dilakukan secara diskonto (harga bunga Obligasi dapat dilakukan dengan sistem diskonto atau sistem
kupon.
Contoh sistem diskonto, misalnya ada CP yang memiliki nilai nominal
Rp10 juta per lembar, namun dijual dengan harga Rp9,5 juta per lembar sehingga ada diskon (potongan) 0,5 juta rupiah per lembar. Kelak jika CP sudah jatuh tempo, pemegang terakhir dapat menebus CP sesuai harga nominal Rp10 juta per lembar. Sistem kupon tidak diberlakukan dalam CP karena jangka waktunya di bawah satu tahun.
Pada prinsipnya CP adalah tergolong “surat sanggup” atau “promes” yaitu surat kesanggupan membayar utang atau surat yang menyatakan bahwa suatu perusahaan sanggup dan berjanji membayar pada tanggal tertentu kepada pemegang CP. Namun, CP berbeda dengan Surat Sanggup atau Promes (Promissory Notes) sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD).
CP dan Surat Sanggup sama-sama merupakan surat berharga yang berisi surat kesanggupan membayar utang. Perusahaan dapat menggunakan CP dan Surat Sanggup untuk mendapatkan pembiayaan melalui penerbitan atau pengalihan surat berharga tersebut. CP dan Surat Sanggup tidak bisa digolongkan sebagai Akta Pengakuan Utang (APU) karena APU bukan surat berharga yang dapat diperdagangkan di pasar uang. APU hanya merupakan bukti atas utang seseorang, sedangkan dalam CP dan Surat Sanggup ada persetujuan untuk melakukan pembayaran atas sejumlah uang. Perbedaan yang lain: pengalihan APU harus dengan cara “cessie” sedangkan pengalihan CP dan Surat Sanggup cukup dengan cara “endosemen”.
Perbedaan CP dan Surat Sanggup terletak pada penerbit, nominal, dan keterlibatan pihak ketiga sebagai Tersangkut. Penerbit Surat Sanggup adalah subyek hukum, yakni orang dan badan hukum yang tidak diba- tasi skala usahanya. Sedangkan Penerbit CP haruslah perusahaan be-
sar, kredibel dan memiliki peringkat kredit yang tinggi. Penerbit CP ha- rus perusahaan nonbank berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas yang telah memperoleh peringkat dari lembaga pemeringkat efek baik dari segi keuangan maupun manajemen. Di samping itu, nilai nominal yang tercantum dalam CP biasanya lebih besar daripada nilai nominal
pada Surat Sanggup.
Pada Surat Sanggup tidak ada pihak Tersangkut (Akseptan) karena penerbit dan penandatangan secara langsung mengikatkan diri untuk membayar kepada pemegang surat sanggup. Sedangkan pada CP ada pihak Tersangkut yakni Agen Pembayar, sebagai pihak ketiga yang wajib membayar pemegang CP sesuai perintah Penerbit.
Maraknya penggunaan CP di pasar uang dilatarbelakangi berbagai alasan, antara lain:
1. Perusahaan besar seringkali membutuhkan dana jangka pendek guna membayar kewajiban yang bersifat mendesak seperti membayar utang yang jatuh tempo.
2. Ketersediaan uang (likuiditas) di pasar uang seringkali sangat ketat sehingga menyulitkan perusahaan besar menambah plafon kredit melalui perbankan.
3. Penerbitan CP dinilai lebih fleksibel karena tidak perlu jaminan khusus seperti yang berlaku pada permohonan kredit bank.
4. CP lebih likuid karena dapat diperdagangkan di pasar uang, sedan- gkan portofolio kredit bank tidak dapat diperdagangkan di pasar uang.
CP dimanfaatkan oleh Pengusaha sebagai salah satu alternatif sumber pembiayaan perusahaan untuk menutupi kebutuhan modal kerja. Jadi, alasan pemanfaatan CP sudah jelas yaitu karena perusahaan membutuhkan dana untuk membiayai perusahaannya karena sumber dana lain tidak mencukupi. Untuk itu, perusahaan membutuhkan Investor yang bersedia menginvestasikan dananya melalui CP. CP dijual kepada para investor melalui bank sebagai agen. Harga beli CP merupakan pinjaman dari investor kepada penerbit, di mana utang
itu dijanjikan oleh penerbit akan dibayar kemudian, dan bukti dari
pinjaman itu adalah surat CP tersebut. 135
Keuntungan CP tidak hanya dirasakan oleh perusahaan sebagai penerbit tetapi juga oleh para investor (pemodal). Kelebihan dan keuntungan
CP, antara lain:
1. Bagi Penerbit
a. Tingkat bunga CP lebih rendah daripada tingkat bunga kredit
b.
perbankan.
CP tidak perlu ada jaminan khusus (unsecured loan).
Jangka waktu CP dapat diperpanjang atas persetujuan investor.
2. Bagi Investor
a. Keuntungan penghasilan yang didapat dari CP bisa lebih tinggi daripada Sertifikat Deposito, Deposito Berjangka, atau Surat Perbendaharaan Negara (Treasury Bills).
b. CP dapat dijual kembali tanpa perlu menunggu saat jatuh tempo.
Tingkat keamanan relatif tinggi karena penerbit CP adalah perusahaan berskala besar yang bonafid dan kredibel serta telah diperingkat oleh pemeringkat efek.
Di sisi lain, CP juga memiliki kelemahan. Bagi perusahaan penerbit, CP merupakan sumber dana jangka pendek sehingga kurang leluasa dijadikan sebagai modal investasi jangka panjang. Sedangkan kelemahan CP yang dirasakan oleh investor adalah karena tidak adanya jaminan khusus (agunan fisik), sehingga CP tergolong “promes yang tidak dijamin” atau unsecured promissory notes.
Sebagaimana diketahui, surat utang yang didukung jaminan fisik (agunan) lebih mudah untuk dieksekusi (dilelang/dijual) jika terjadi wanprestasi. Namun demikian, jika tidak ada jaminan fisik bukan berarti investor tidak ada jaminan pembayaran sama sekali. Jika penerbit CP wanprestasi, maka para investor tetap dapat menggugat secara perdata 135 Kingkin Wahyuningdiah, Aspek Hukum Commercial Paper: Studi Tentang Penerbitan Program Pasca Sarjana Ilmu Hukum, Universitas Diponegoro, Semarang. dan Perdagangan Commercial Paper Melalui Bank Umum di Indonesia, 1999, Thesis,
via Pengadilan Negeri atau bahkan dapat memailitkan perusahaan tersebut via Pengadilan Niaga sehingga semua harta milik perusahaan dapat digunakan sebagai jaminan pembayaran utang kepada para investor. Namun demikian prosedur gugatan tersebut sangat panjang,
mahal, dan berbelit-belit.
Pengalihan CP secara “atas tunjuk”, artinya siapa yang bisa menunjuk- kan surat tersebut maka ia yang berhak mendapat pelunasan. Peme- gang kedua dan seterusnya juga dapat melakukan pengalihan serupa sampai hari jatuh waktu. Pemegang CP yang berikutnya dan seterus- nya tetap memiliki hak tagih dan dapat menunjukkan CP kepada Agen Pembayar untuk memperoleh pembayaran pada hari jatuh tempo. Pemegang CP tidak perlu meminta akseptasi kepada Penerbit atau Agen Pembayar sebelum hari jatuh tempo. Penerbit menjamin sepenuhnya bahwa pada hari jatuh tempo Pemegang CP dapat meminta pembayaran kepada Agen Pembayaran sesuai nominal yang tertera di lembar CP, tidak kurang dan tidak lebih.
CP dilunasi pada saat “hari jatuh waktu” yang dikenal juga dengan istilah “hari bayar”. Hari jatuh waktu tercantum di lembar CP dan berada dalam rentang waktu maksimal 270 hari sejak tanggal penerbitan CP. Selama tenggang waktu berjalan, Pemegang pertama CP memiliki dua pilihan yakni terus menyimpannya hingga hari jatuh waktu dan meminta pelunasan, atau mengalihkan kepada pihak lain dengan cara menjual tunai. Pengalihan dari tangan ke tangan bisa berlangsung terus sampai paling lambat pada hari jatuh waktu. Pemegang terakhir adalah pihak yang berhak meminta pembayaran kepada Agen Pembayar pada hari jatuh waktu.
CP hanya dapat ditagihkan oleh Pemegang kepada Agen Pembayar pada hari jatuh waktu. Apabila pada hari jatuh waktu CP belum juga dimintakan pembayaran maka CP tersebut masih dapat ditagihkan sejumlah nilai nominal pada agen pembayar selambat-lambatnya dalam jangka waktu 6 bulan sejak saat jatuh waktu.136
Setelah lewat dari jangka waktu 6 bulan dari hari jatuh waktu, CP hanya dapat ditagihkan langsung pada penerbit. 137 Penagihan tidak lagi 136 Lihat Pasal 4 ayat (1) SK Direksi BI No. 28/52 Tahun 1995. 137 Lihat Pasal 4 ayat (2) SK Direksi BI No. 28/52 Tahun 1995.
INVESTASI TANAH KAVELING 233
Agen
dapat diajukan kepada Agen Pembayar karena tanggung jawab A Pembayar telah berakhir. Pada tahap ini ketentuan yang diberlakukan
bukan lagi ketentuan hukum tentang CP melainkan ketentuan pinjam meminjam berdasarkan KUH Perdata.
D. DIRE (Dana Investasi Real Estat)
tentang
DIRE (Dana Investasi Real Estat) atau REITS (Real Estate Investment Trust adalah salah satu sarana investasi baru di pasar modal yang secara hukum di Indonesia berbentuk KIK (Kontrak Investasi Kolektif). DIRE diartikan sebagai kumpulan uang pemodal yang oleh perusahaan investasi akan diinvestasikan ke berbagai bentuk aset properti bak secara langsung seperti membeli gedung maupun secara tidak langsung dengan membeli saham/Obligasi perusahaan properti.
DIRE diwajibkan menginvestasikan minimum 80% dari dana yang dikelolanya ke real estate di mana minimum 50%-nya harus berbentuk aset real estate langsung. DIRE hanya bisa berinvestasi pada aset real estate sehingga kinerjanya sangat bergantung pada sektor properti. Risiko DIRE dapat dikarenakan:
1. Penyewa gagal bayar (default).
2. Turunnya nilai property.
3. Risiko likuiditas.
Pada saat investor mencairkan dananya, Manajer Investasi harus menjual asetnya, di mana menjual aset properti tidak se-likuid menjual aset di Pasar Modal. Hal inilah yang dapat memunculkan risiko likuiditas. Investasi DIRE dibatasi menjadi tiga hal, yaitu:
1. Aset real estat, seperti membeli gedung perkantoran dan menye-
wakannya,
2. Aset yang berkaitan dengan real estat, seperti membeli saham atau
Obligasi perusahaan properti,
3. bisa dalam bentuk kas atau setara kas.
Meskipun DIRE berbentuk KIK dan strukturnya mirip Reksa Dana, tetapi DIRE bukan Reksa Dana. Ada beberapa sifat khusus yang tidak sesua 138 Dikutip dari www.infovesta.com 30 Januari 2008, diakses 13 Mei 2010.
dengan batasan Reksa Dana, contohnya Reksa Dana diharamkan meminjam dana dari pihak lain untuk berinvestasi, sedangkan DIRE syarat pinjaman tersebut tidak melebihi 30% dari nilai aset. diperbolehkan meminjam uang saat membeli aset real estat dengan
DIRE juga mempunyai keunggulan dalam perpajakan. Di sejumlah negara DIRE tidak dikenakan pajak penghasilan pada tingkat perusahaan, misalnya perusahaan properti biasa apabila mendapat penghasilan dari menyewakan propertinya akan dikenakan pajak penghasilan tetapi tidak pada DIRE. Namun pendapatan berupa dividen yang diterima pemodal akan dikenakan pajak. Namun untuk mendapat perlakuan khusus tersebut, ada beberapa batasan bagi DIRE.
Batasan ini didasarkan pada pemikiran bahwa DIRE adalah investasi jangka panjang dan investasi pasif. Oleh karena itu, DIRE tidak boleh bertindak seperti perusahaan pengelola (operating company), maksud- nya DIRE dilarang memperjual belikan aset propertinya secara aktif dalam waktu yang singkat. Pembatasan DIRE berbeda-beda di setiap negara. Di Indonesia belum ada kepastian pajak untuk DIRE.139
Dana Investasi Real Estat (DIRE) atau Real Estate Investment Trust (REITs) adalah instrumen investasi berupa surat berharga yang dapat dibeli oleh investor dari perusahaan real estat yang menerbitkan DIRE/REITS. Surat berharga ini mirip dengan surat saham yang mencerminkan kepemilikan atas sebuah perusahaan tertentu. Salah satu keunggulan DIRE/REITS adalah perlakuan khusus perpajakan, di mana di sejumlah negara, instrumen DIRE/REITS ini bebas dari pajak penghasilan.
Struktur DIRE/REITS mirip dengan Reksa Dana namun penempatan asetnya adalah pada instrumen properti. Sebagaimana layaknya sebuah perusahaan, maka DIRE/REITS dapat bersifat “terbuka” yaitu dapat diperdagangkan di bursa saham ataupun bersifat “tertutup”. Namun, untuk menikmati perlakuan khusus tersebut, DIRE/REITS diharuskan membatasi kegiatan operasional dan investasinya. Chan, Ericksob & Wang (2003) mengelompokkan ke dalam empat kelompok besar DIRE/ REITS, yaitu pembatasan atas: struktur kepemilikan, jenis pendapatan yang dapat dihasilkan dan jenis aset yang dapat dimiliki, struktur manajemen, dan kebijakan keuangan.
DiPasar Modal Indonesia belum sepenuhnya mengenal DIRE/REITS T negara lain DIRE/REITS umumnya dikenal sebagai reksadana tertutup yang dibentuk khusus untuk memiliki aset properti, hak tanggungan ataupun keduanya. DIRE/REITs merupakan konsep bentuk hukum Trust,
yang tidak dikenal di Indonesia, namun di Indonesia dikenal
suatu
bentuk yang menyerupai Trust yaitu Kontrak Investasi Kolektif (KIK) yang merupakan bentuk formal dari skema investasi kolektif seperti DIRE/REITS. Reksa Dana adalah salah satu bentuk KIK yang dikenal d Indonesia, di samping itu masih ada pula KIK untuk penerbitan Efek
Beragun Aset (EBA).
Sampai saat ini penerbitan DIRE/REITS di Indonesia masih terkendala aturan seperti pajak penjualan, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penghasilan (PPh), dan Pajak Balik Nama Tanah dan Bangunan. Perusahaan Indonesia yang pertama kali menerbitkan DIRE/REITS adalah PT Lippo Karawaci Tbk dengan unit investasi propertinya yaitu First Real Estate Investment Trust (First REIT) di bursa saham Singapura. “First Reit” memiliki aset berupa tiga rumah sakit dan sebuah hotel di Indonesia bernilai sekitar S $ 257 juta, setelah itu “First Reit” juga mengakuisi tiga properti di Singapura senilai 38,2 juta S $ setelah perusahaan ini masuk bursa saham Singapura Desember 2006.
DIRE dari PT Ciptadana Properti Perhotelan Padjajaran resmi melanta perdana di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada perdagangan saham Selasa 29 Januari 2019. Emiten dengan kode saham XCIS ini melepas 1.050.000.000 unit penyertaan dengan harga perdana per unit penyertaan Rp100 oleh PT Ciptadana Asset Management sebagai Manajer Investasi. Ciptadana Asset Management yang memiliki total dana kelolaan sebesar Rp5 triliun per Desember 2018 merupakan Manajer Investasi pionir dalam penerbitan produk DIRE. DIRE Padjajaran ini adalah produk DIRE kedua di Indonesia setelah DIRE pertama yaitu DIRE Ciptadana Properti Ritel Indonesia yang juga diterbitkan oleh Ciptadana Asset Management pada tahun 2012 dan telah terdaftar dan diperjualbelikan di Bursa dengan kode efek XCID sejak tahun
2013. Bapepam-LK, , telah menerbitkan empat peraturan terkait Dana Investasi Real Estat berbentuk Kontrak Investasi Kolektif
(DIRE KIK), yaitu:
1. Peraturan Nomor IX.C.15 tentang Pernyataan Pendaftaran dalam Rangka Penawaran Umum oleh DIRE KIK.
2. Peraturan Nomor IX.C.16 tentang Pedoman Mengenai Bentuk dan Isi Prospektus dalam Rangka Penawaran Umum oleh DIRE KIK,
3. Peraturan Nomor IX.M.1 tentang Pedoman Bagi Manajer Investasi dan Bank Kustodian yang Melakukan Pengelolaan DIRE KIK, dan
4. Peraturan Nomor IX.M.2 tentang Pedoman Kontrak Investasi Kolektif DIRE KIK.
Penerbitan aturan DIRE KIK diharapkan bisa memberikan kontribusi langsung terhadap pertumbuhan sektor riil terutama industri properti melalui jalur pasar modal. Beberapa negara telah mempunyai instru- men DIRE atau REITS di antarnya Amerika Serikat, Australia, Jepang, Hongkong, Malaysia, dan Singapura. Instrumen DIRE/REITS mulai ma- suk ke Indonesia pertengahan tahun 2007. 141
Saat ini di masyarakat kita dijumpai model investasi properti yang mirip dengan DIRE seperti yang dikelola oleh Ustadz Yusuf Mansur. Da’i kondang ini berinisiatif membuka usaha pengelolaan dana-dana masyarakat untuk diinvestasikan dalam bentuk aset properti dengan skema Patungan Usaha dan Patungan Aset. Masyarakat yang ingin berinvestasi di Patungan Usaha diharuskan menyetor uang senilai Rp12 juta per orang, sedangkan setoran untuk Patungan Aset sebesar Rp2 juta per orang. Dana yang sudah berhasil dikumpulkan kurang dari satu tahun sekitar Rp24 miliar. Investor dijanjikan imbal hasil sebesar 8% per tahun selama 10 tahun. 142
Dana investasi Patungan Usaha digunakan untuk mengakuisisi sebuah hotel dan apartemen yang berlokasi di dekat Bandara Soekarno-Hatta. Yusuf mengaku sudah membeli Hotel Topas senilai Rp180 miliar. Rencananya, Yusuf akan mengembang-kan hotel untuk para peserta
haji dan umrah setiap tahun. Sedangkan untuk Program Patungan Aset, Yusuf telah membeli sebuah tanah kosong seluas 4,7 hekta yang berlokasi tidak jauh dari Hotel Topas. Kedua program ini langsung diurus sendiri oleh Yusuf Mansur dan sudah menampung ribuan investor. Untuk Patungan Usaha tercatat 2.029 investor, sedangkan
untuk Patungan Aset tercatat 365 investor.
Bisnis investasi properti ala Yusuf Mansur saat ini dihentikan sementara karena ternyata belum mengantongi izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sebagaimana diketahui, kegiatan bisnis yang melibatkan pengumpulan dana milik masyarakat harus mendapat izin dari otoritas berwenang yaitu OJK (jika berbentuk manajer investasi) atau Bank Indonesia (jika berbentuk bank). Selain itu, apabila bisnis tersebut mengusung konsep syariah maka juga harus mendapat izin dari DSN- MUI. Masyarakat seharusnya diberi pemahaman bahwa kegiatan investasi dalam bentuk apa pun selain harus didukung izin resmi juga dapat mengandung risiko untung atau rugi bahkan bisa bangkrut alias kehilangan total dana yang diinvestasikan.
Skema 12.1 Tahapan Berinvestasi Obligasi
1) Membuka Rekening
Investor yang akan membeli Obligasi harus memilih Perusahaan Efek dan membuka rekening di Perusahaan Efek yang punya divisi jual beli Obligasi.
2) Memahami Produk Obligasi
Investor harus mempelajari semua hal ihwal tentang produk Obligasi yang ditawarkan dan membandingkannya dengan produk Obligasi sejenis.
3) Melakukan Analisis Risiko dan Pendapatan
Investor harus mempelajari profil perusahaan penerbit Obligasi, risiko yang mungkin timbul, potensi pendapatan bunga Obligasi, dan jangka waktunya.
4) Memberikan Amanat Pembelian Obligasi
Setelah mempunyai pilihan produk Obligasi, maka Investor memberikan amanat pembelian Obligasi kepada Perusahaan Efek selaku Perantara Pedagang Obligasi
5) Menyiapkan Dana Pembelian Obligasi
Persiapan dana dibutuhkan karena pembelian Obligasi umumnya mensyaratkan satuan pembelian yang besar misalnya Rp1 Miliar, namun ada juga Obligasi retail yang berharga Rp50 juta atau Rp100 juta.
6) Menyelesaikan Pembayaran Obligasi
Pembayaran dilakukan dengan mentrasnfer dana ke rekening Perusahaan Efek yang telah kita pilih. Obligasi yang telah dibeli akan tercantum dalam rekening Perusahaan Efek yang ada di KSEI. Pengalihan hak atas Obligasi
saat ini lebih mudah dilakukan karena perdagangan Obligasi dilakukan secara elektronik tanpa warkat (scripless trading).
Peraturan Bapepam Nomor IX.C.15
Sebagaimana peraturan tentang pernyataan pendaftaran lainnya, peraturan in mengatur tentang beberapa persyaratan administratif yang harus dipenuhi dalam
penyampaian pernyataan pendaftaran DIRE KIK kepada Bapepam-LK.
Peraturan Bapepam Nomor IX.C.16
Pada dasarnya bentuk dan isi prospektus DIRE KIK sama dengan bentuk dan isi prospektus reksadana sebagaimana diatur dalam Peraturan Nomor IX.C.6 dan Peraturan Nomor IX.C.2. Namun demikian, mengingat DIRE KIK mempunyai karakteristik tersendiri maka dalam prosepektus penawaran unit penyertaan DIRE KIK dimuat beberapa informasi khusus, antara lain:
a. Informasi mengenai DIRE KIK seperti pendirian, penawaran unit penyertaan, penjelasan imbal hasil sewa (rental yield) yang diperoleh dari aset berupa real estat dan pengelolaannya.
b. Informasi kebijakan investasi dan tujuan investasi DIRE KIK, serta kebijakan mengenai pembagian hasil investasi (jika ada).
c. Informasi mengenai Special Purpose Company atau SPC (jika ada). d. Metode penilaian aset real estat dan aset yang berkaitan dengan efek.
Peraturan Bapepam Nomor IX.M.I
Dengan memperhatikan karakteristik yang khusus dari DIRE KIK, maka dalam peraturan ini diatur bahwa pengelolaannya juga dilakukan secara berbeda dengan KIK lainnya, antara lain:
a. DIRE KIK dapat menginvestasikan dananya dengan atau tanpa menggunakan SPC, yaitu perseroan terbatas yang sahamnya dimiliki oleh DIRE KIK paling kurang 99,9% dari modal disetor.
b. DIRE KIK dapat menawarkan unit penyertaannya baik melalui maupun tidak
melalui Penawaran Umum.
C. DIRE KIK dapat mencatatkan unit penyertaannya di Bursa Efek. d. DIRE KIK hanya dapat berinvestasi pada aset real. estat, aset yang berkaitan dengan real estat di wilayah Indonesia (efek), dan atau kas atau setara kas dengan ketentuan aset real estat dimaksud bukan tanah kosong atau properti
yang masih dalam tahap pembangunan.
143 Press Release Bapepam-LK, Selasa, 18 Desember 2007, tentang Penerbitan 4 Peraturan terkait dengan Dana Investasi Real Estat berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (DIRE
KIK).
e. DIRE KIK wajib berinvestasi pada aset real estat paling kurang 50% dari Nilai
Aktiva Bersih (NAB).
f. Dalam hal DIRE KIK melakukan investasi pada aset real estat dan efek yang diterbitkan oleh perusahaan real estat, maka investasi tersebut paling kurang 80% dari NAB dengan ketentuan investasi pada aset real estat paling kurang 50%, dan atau kas dan setara kas tidak lebih dari 20% dari NAB.
Peraturan Bapepam Nomor IX.M.2
Pada dasarnya Kontrak Investasi Kolektif DIRE KIK memuat klausul yang sama dengan KIK reksa dana berbentuk KIK sebagaimana diatur dalam Peraturan Nomor IV.B.2 tentang Pedoman Kontrak Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif. Namun demikian, mengingat DIRE KIK merupakan wahana yang mempunyai karakteristik berbeda dengan reksa dana, maka dalam peraturan ini diatur beberapa klausul yang merupakan kekhususan DIRE KIK, antara lain:
a. kebijakan pembentukan clan penggunaan SPC (jika ada).
b. larangan Manajer Investasi (MI) pengelola DIRE KIK membeli tanah kosong atau berinvestasi di properti yang masih dalam pembangunan, di samping larangan yang berlaku bagi MI pengelola reksa dana.
c. kewajiban bank kustodian untuk menghitung NAB DIRE KIK paling kurang sekali dalam satu bulan.