notarisdanppat.com – INVESTASI PROPERTI BAGI ORANG ASING , Orang asing atau Warga Negara Asing (WNA) yang tinggal di Indonesia diberi kemungkinan untuk dapat memiliki properti berupa rumah tapak (landed house) dan atau unit rumah Susun (strata title) sesuai PP Nomor 41/1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia.
Namun demikian, mereka hanya diperbolehkan memiliki aset properti hunian bebentuk rumah tapak atau unit rumah susun dengan Status Hak Pakai. PP Nomor 41/1996 tersebut telah diubah menjadi PP Nomor 103/2015 yang memungkinkan orang asing memiliki rumah tapak atau unit rumah susun dengan status Hak Pakai dan Hak Sewa.
Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasi dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikan nya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan per janjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala ses uatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan UU Nomor 5/1960.159
Orang asing atau WNA merupakan salah satu subjek yang diizinkan untuk memiliki tanah berstatus Hak Pakai. Secara keseluruhan subjek Hak Pakai meliputi:
1. Perorangan Warga Negara Indonesia (WNI);
2. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia (Badan Hukum Indonesia);
3. Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Pemerintah Daerah;
4. Badan-badan keagamaan dan sosial;
5. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia;
159 Lihat Pasal 41 UUPA (UU Nomor 5/1960).
6. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia; 7. Perwakilan negara asing dan perwakilan badan internasional.160 Tanah yang dapat dijadikan obyek Hak Pakai meliputi tiga macam:
1. Tanah Negara.
2. Tanah Hak Pengelolaan.
3. Tanah Hak Milik.
Hak Pakai atas Tanah Negara diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri Pertanahan/Kepala BPN atau pejabat yang ditunjuk. Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri Pertanahan/Kepala BPN atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan usul pemegang Hak Pengelolaan. Sedangkan Hak Pakai atas tanah Hak Milik dapat terjadi dengan pemberian Hak Pakai oleh pemegang Hak Milik berdasarkan akta perjanjian yang dibuat oleh Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Hak Pakai atas Tanah Negara dan Hak Pakai atas Tanah Hak Pengelolaan dapat diberikan kepada orang asing untuk jangka waktu paling lama 25 tahun dan dapat diperpanjang paling lama 20 tahun. Sedangkan untuk perwakilan negara asing dan perwakilan badan internasional dapat diberikan Hak Pakai untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu. Sesudah jangka waktu Hak Pakai atau masa perpanjangannya telah habis, maka kepada pemegang hak dapat diberikan pembaharuan Hak Pakai atas tanah yang sama.161
Berdasarkan aturan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa orang asing atau WNA yang tinggal di Indonesia dapat memiliki rumah di atas tanah berstatus Hak Pakai dengan total waktu selama 90 tahun dengan rincian: pemberian Hak Pakai pertama kali (25 tahun) ditambah perpanjangan pertama kali (20 tahun) kemudian ditambah pembaharuan hak pakai (25 tahun) plus perpanjangan kedua kali (20 tahun). Namun demikian, PP Nomor 40/1996 tidak mengatur secara tegas apakah masa pembaharuan tersebut hanya bisa berlaku sekali atau beberapa kali.
Lihat Pasal 39 PP Nomor 40/ 1996 tentang HGU, HGB dan Hak Pakai atas Tanah 161 Lihat Pasal 45 PP Nomor 40/1996 tentang HGU, HGB dan Hak Pakai atas Tanah
Hak Pakai atas tanah Hak Milik hanya diberikan untuk jangka waktu maksimal 25 tahun dan tidak dapat diperpanjang lagi. Namun demikian atas kesepakatan antarpemegang Hak Pakai dengan pemegang Hak Milik, maka Hak Pakai atas tanah Hak Milik dapat diperbaharui dengan pemberian Hak Pakai baru berdasarkan akta yang dibuat oleh Pejabat
Pembuat Akta Tanah dan hak tersebut wajib didaftarkan,
Berdasarkan aturan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa Hak Pakai di atas Tanah Hak Milik dapat berlangsung selama total 50 tahun dengan rincian masa penggunaan hak selama 25 tahun ditambah masa pembaharuan hak selama 25 tahun. Namun demikian aturan PP Nomor 40/1996 tidak mengatur secara tegas apakah pembaharuan hak pakai
tersebut hanya berlangsung sekali atau bisa berkali-kali.
Orang asing atau individu WNA yang berkedudukan di Indonesia dapat memiliki sebuah rumah untuk tempat tinggal atau hunian dengan hak atas tanah tertentu. Tujuan pembatasan ini adalah untuk menjaga agar kesempatan pemilikan tersebut tidak menyimpang dari tujuannya, yaitu sekedar memberikan dukungan yang wajar bagi penyelenggaraan usaha orang asing tersebut di Indonesia. Kehadiran orang asing tersebut di Indonesia diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembangunan nasional. Dengan kata lain, pemilikan rumah tempat tinggal atau hunian bagi orang asing tersebut tidak boleh dilihat semata-mata dari kepentingan orang asing yang bersangkutan, tetapi lebih dari itu kehadirannya di Indonesia harus dapat memberikan manfaat atau kontribusi terhadap pembangunan nasional.163
Pembatasan tersebut di atas saat ini perlu dikaji kembali relevansinya dengan perkembangan perekonomian global di mana banyak negara di dunia sudah berani membuka diri terhadap masuknya investor asing dalam sektor properti. Investor asing tentu saja akan kurang berminat berinvestasi di Indonesia apabila hanya diperbolehkan memiliki 1 unit rumah tapak atau 1 unit rumah susun, apalagi jika ditambah dengan keharusan untuk bertempat tinggal di Indonesia. Investor properti mana pun berada, baik dari dalam negeri atau luar negeri, umumnya 162 Lihat Pasal 49 PP Nomor 40/ 1996 tentang HGU, HGB dan Hak Pakai atas Tanah 163 Lihat Pasal 1 PP Nomor 41/1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal dan Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia.
lebih tertarik membeli properti guna mendapatkan margin keuntungan, bukan untuk ditempati.
Keharusan untuk memperhatikan aspek kemanfaatan bagi perekono- mian nasional juga masih dapat diperdebatkan. Investor properti yang membeli rumah atau apartemen untuk tujuan spekulasi, bukan untuk ditempati, juga dapat mendatangkan manfaat bagi perekonomian na- sional asalkan didukung regulasi yang jelas. Regulasi tersebut antara lain berisi pembatasan lokasi rumah/apartemen yang boleh dibeli oleh orang asing, pembatasan harga jual minimal properti yang boleh di- beli orang asing, pengenaaan pajak PPN dan PPnBM yang tinggi, pem- batasan peralihan hak, kewajiban melaporkan transaksi properti yang melibatkan orang asing, dan lain-lain.
Pemasukan negara dari pajak properti bagi orang asing selanjutnya dapat digunakan oleh Pemerintah untuk membangun rumah murah (rumah tapak atau rumah susun) bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), sehingga dapat menciptakan model subsidi silang. Kebijakan ini diharapkan dapat menguntungkan para pengembang kelas atas (anggota REI) yang selama ini berfokus menjual properti mewah, dan juga dapat menguntungkan para pengembang anggota Apersi yang berfokus membangun rumah bagi kalangan masyarakat menengah-bawah. Dana hasil pajak yang didapat dari hasil penjualan properti bagi orang asing dapat pula digunakan untuk menambah anggaran pembangunan rumah murah bagi kalangan MBR.
Rumah tempat tinggal atau hunian yang dapat dimiliki orang asing dapat berupa “Rumah Tapak” atau rumah yang berdiri sendiri yang dibangun di atas tanah:
1. Hak Pakai atas tanah Negara. Pemilikan Hak Pakai atas tanah Negara untuk orang asing dimungkinkan berdasarkan ketentuan Pasal 42 UUPA (UU Nomor 5/1960).
2. Tanah yang dikuasai berdasarkan perjanjian dengan pemegang hak atas tanah.
Pasal 6 ayat (2) UU Nomor 4/1992 tentang Perumahan dan Permukiman memungkinkan pembangunan rumah dilakukan oleh bukan pemilik
dengan suatu perjanjian tertulis. Berdasarkan ketentuan tersebut hak atas tanah atas dasar persetujuan dari pemegang hak atas tanah sebenarnya penguasaan tanah yang digunakan untuk bangunan dimungkinkan. Karena sifatnya berpangkal pada persetujuan dengan pemegang hak atas tanah, maka perjanjian ini dapat dilakukan di atas tanah yang dapat dikuasai dengan hak-hak yang diatur dalam UUPA (UU Nomor 5/1960), antara lain dapat dilakukan di atas tanah Hak Milik dan Hak Guna Bangunan (HGB).
baca juga
- TIPS MEMILIH DEVELOPER & KONTRAKTOR
- TIPS MENGURUS PEMECAHAN, PEMISAHAN DAN PENGGABUNGAN TANAH
- TIPS MENGURUS PERUBAHAN STATUS TANAH
- TIPS MENGURUS SERTIFIKAT TANAH GIRIK
- TIPS JUAL-BELI RUMAH BEKAS PAKAI
Pasal 52 Nomor UU 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Per mukiman juga menyatakan bahwa orang asing (warga negara asing) dapat menghuni atau menempati rumah dengan cara hak sewa atau hak pakai yang pelaksanaannya harus diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selain itu, rumah tempat tinggal atau hunian yang dapat dimiliki oleh orang asing juga dapat berupa unit atau satuan rumah susun yang dibangun di atas bidang tanah Hak Pakai atas Tanah Negara. 164 Dengan kata lain, jika rumah susun (strata title) tersebut dibangun tidak di atas bidang tanah Hak Pakai atas Tanah Negara, maka unit rumah susun tersebut tidak boleh dijual kepada orang asing.
Aturan Pasal 2 PP Nomor 41/1996 tersebut di atas semestinya sudah harus direvisi sehingga orang asing juga dapat memiliki unit rumah susun yang dibangun di atas bidang tanah Hak Pakai atas Tanah Negara atau yang dibangun di atas bidang tanah Hak Pakai atas Hak Pengelolaan. Hal ini sejalan dengan Pasal 17 UU 20/ 2011 tentang Rumah Susun yang menyatakan bahwa Rumah Susun dapat dibangun
di atas tanah:
1. hak milik,
2. hak guna bangunan atau hak pakai atas tanah negara,
3. hak guna bangunan atau hak pakai di atas hak pengelolaan.
Perjanjian Hak Pakai di atas tanah Hak Milik atau HGB harus dibuat secara tertulis antara orang asing yang bersangkutan dengan pemegang hak atas tanah untuk dapat mempermudah dalam menyelesaikan
Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia.
Lihat Pasal 2 PP Nomor 41/1996 Pemilikan Rumah Tempat Tinggal dan Hunian oleh
perselisihan atau sengketa yang terjadi antara penyewa dengan pemegang hak atas tanah. Perjanjian tertulis tersebut harus dibuat dengan akta Notaris/PPAT serta wajib dicatat dalam buku tanah dan sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan. Catatan dalam sertifikat tersebut diperlukan, agar mudah diketahui pihak yang berkepentingan bahwa di atas hak atas tanah tersebut telah ada hak-hak atas tanah
yang lain.
Perjanjian tersebut dibuat untuk jangka waktu yang disepakati, tetapi tidak boleh lebih lama dari 25 tahun. Jangka waktu perjanjian dapat diperbaharui untuk jangka waktu maksimal 25 tahun, atas dasar kesepakatan yang dituangkan dalam perjanjian yang baru, sepanjang orang asing tersebut masih berkedudukan di Indonesia.
Apabila orang asing yang memiliki rumah yang dibangun di atas tanah Hak Pakai atas Tanah Negara, atau berdasarkan perjanjian dengan pemegang hak atas tanah tidak lagi berkedudukan di Indonesia, maka orang asing tersebut dalam jangka waktu satu tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak atas rumah dan tanahnya kepada orang lain yang memenuhi syarat.
Apabila dalam jangka waktu tersebut hak atas tanah belum dilepaskan atau dialihkan kepada pihak lain yang memenuhi syarat, maka rumah beserta tanahnya akan dikuasai oleh Negara untuk kemudian dilelang. Hasil pelelangan tersebut akan diberikan kepada orang asing yang bersangkutan setelah dikurangi dengan biaya lelang serta barang- barang atau ongkos-ongkos lain yang telah dikeluarkan. Di sisi lain, apabila rumah tersebut dibangun di atas tanah berdasarkan perjanjian Hak Pakai dengan pemegang Hak Milik atau HGB, maka rumah tersebut menjadi milik pemegang hak atas tanah yang bersangkutan. 166 Guna menggairahkan bisnis properti di Indonesia, pemerintah berencana merevisi PP Nomor 41/1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia. Berdasarkan PP Nomor 41/1996, WNA yang tinggal di Indonesia dapat memiliki properti dengan status hak pakai selama maksimal 25 tahun dan dapat diperpanjang selama maksimal 25 tahun. Aturan lama ini
Lihat Pasal 3 dan 4 PP Nomor 41/ 1996 166 Lihat Pasal 6 PP Nomor 41/ 1996
akan diubah sehingga WNA yang tinggal di Indonesia dapat memiliki minimal harga properti yang bisa dibeli oleh WNA akan ditetapkan properti dengan status hak pakai selama maksimal 95 tahun. Batas
sebesar US$150.000 hingga US$250.000
kesempatan bagi orang asing untuk memiliki properti di Indonesia, Ir. Ciputra menyambut baik keinginan Pemerintah membuka lebar Ciputra menambahkan, Indonesia bisa belajar dari Malaysia yang mengizinkan orang asing membeli properti sejak 20 tahun lalu. Malaysia menerapkan kebijakan kepemilikan asing dari sisi harga. Orang asing boleh membeli properti yang harganya minimal US$100.000. Mantan Presiden FIABCI dunia 1987 itu juga mengatakan bahwa Indonesia makin tertinggal dari Malaysia yang sudah mengeluarkan kebijakan Malaysia My Second Home. Program ini menciptakan banyak lapangan kerja, membawa devisa dan pajak. Pemerintah Malaysia memberi insentif US$8 juta untuk program ini, dan apa artinya uang sejumlah itu bila uang yang masuk sejumlah US$1 miliar. 167
CEO Bakrieland, Hiramsyah S. Thaib, menegaskan kebijakan mengizinkan orang asing membeli properti di Indonesia, akan berdampak positif pada penyediaan rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Kebijakan kepemilikan asing dan penyediaan rumah rakyat saling terkait. Karenanya, pemerintah jangan terlalu lama merealisasikan kebijakan ini agar momentumnya tidak hilang. Pengembang yang menjual properti kepada orang asing dapat diminta membangun rumah bagi MBR, sehingga terjadi subsidi silang yang menguntungkan masyarakat. Hiramsyah S. Thaib menyatakan Indonesia saat ini bersama China dan India menjadi perhatian dunia internasional. Sebanyak 37% populasi dunia dikuasai tiga negara di Asia ini. Masalah kepemilikan propert oleh orang asing sangat terkait dengan Penanaman Modal Asing atau PMA. Jika pemerintah ingin menggalakkan investasi PMA, pemerintah harus memperhatikan regulasi industri properti. Saat ini ekspatriat di Indonesia berjumlah 83.000 orang. Ini potensi pasar yang luar biasa.
Jika pemerintah merevisi aturan soal kepemilikan asing, dampaknya sangat besar terhadap penerimaan negara dari sektor pajak. Selain itu efek lanjutannya sangat besar karena akan banyak industri lain yang dihidupkan. Lapangan kerja baru akan bertambah dari pembangunan konstruksi, industri keramik, semen, furnitur, dll.
Belum lama ini, Kamboja mengeluarkan aturan yang mengizinkan orang asing memiliki properti. “Indonesia untuk soal ini sangat ketinggalan. Kita tidak dapat bersaing dengan negara lain padahal produk properti Indonesia tidak kalah dari Malaysia, bahkan Singapura,” kata Ketua Umum REI Teguh Satria. Teguh mengatakan, industri properti tidak dapat ikut serta dalam pameran properti internasional yang digelar di banyak kota di dunia, karena belum ada produk properti yang dapat dijual terkait aturan. Saat ini sudah ada broker yang menjual properti di Bali, namun hal itu ilegal karena pajaknya tidak masuk ke negara. Pemerintah diharapkan merevisi aturan kepemilikan asing agar bisa mengejar ketertinggalan.
Real Estate Indonesia (REI) sebagai wadah para pengembang kelas atas sangat mendukung rencana Pemerintah untuk membuka keran investasi properti bagi orang asing. Selama ini banyak orang kaya dari Indonesia yang membeli properti kelas premium (kelas atas) di Singapura, China, dan Hongkong. Ketiga negara tersebut merupakan contoh negara yang mampu membuka pasar properti bagi orang asing meskipun diikuti dengan sejumlah pembatasan yang cukup ketat. Singapura tidak ragu membuka keran hak kepemilikan properti kepada konsumen asing, namun pemerintah Singapura melarang penjualan properti residensial untuk kalangan bawah bagi orang asing. Jangankan orang asing, warga Singapura saja tidak bisa sembarangan memiliki hunian murah. Langkah ini dimaksudkan agar hunian murah di negara itu tetap jatuh ke tangan orang yang berhak. Bahkan pemerintah juga mengucurkan subsidi bagi masyarakat yang tidak mampu membeli hunian.
Pemerintah Singapura menerapkan aturan ketat melalui penguasaan lahan dan pajak tinggi untuk properti komersial. Semua lahan di 169 Dikutip dari berita “Regulasi Kepemilikan Asing Berdampak Terbukanya Lapangan Kerja Baru”
Singapura dikuasai pemerintah melalui Urban Redevelopment Autority (URA). Aturan ini terbukti dapat mencegah pengembang seenaknya menguasai lahan dan membangun semaunya. Tidak ada cerita sogo menyogok agar pengembang bisa menguasai lahan untuk membangun proyek properti. Namun kalaupun sudah ada bangunan di sana, pemerintah akan mengganti kerugian pemilik unit hunian. Ganti rug
yang ditetapkan sampai empat kali lipat dari harga hunian. Aturan ketat juga telah berjalan di Malaysia di mana setiap orang asing yang ingin membeli unit properti di Malaysia harus menitipkan deposit dana
setelah unit yang dibeli sudah dibayar lunas.
Ketua Umum DPP REI, Setyo Maharso, mengusulkan orang asing hanya boleh membeli properti di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung dan Bali, serta kota-kota yang dekat dengan lokasi pertambangan seperti Banjarmasin dan Samarinda. Harga properti yang boleh dibeli orang asing harus dibatasi yaitu minimal Rp2,5 miliar dengan hak kepemilikan yang diberikan secara terbatas. Pembeli asing juga harus dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) hingga 40%. Dengan sejumlah pembatasan tersebut diharapkan masyarakat kelas menengah-bawah tetap dapat dilindungi kepentingannya untuk memiliki hunian murah.
Selama ini di lapangan banyak terjadi penyelundupan hukum di mana orang asing menguasai aset properti dengan cara mengawini orang Indonesia. Dengan adanya aturan hukum yang lebih tegas dan menarik bagi investor asing, diharapkan tidak akan terjadi lagi akal-akalan semacam ini. PP Nomor 41/1996 memang sudah saatnya untuk direvisi agar industri properti kelas atas di tanah air dapat bergairah kembali. Usulan REI untuk merevisi PP Nomor 41/1996 guna membuka keran yang lebih luas bagi investor asing untuk memiliki properti di Indonesia tampaknya berseberangan dengan pendapat para pengembang yang tergabung dalam Apersi yang selama ini lebih fokus membangun hunian murah bagi masyarakat menengah-bawah. Apersi berpendapat kepemilikan properti bagi orang asing dapat mengurangi kesempatan orang Indonesia untuk membeli hunian murah di daerah perkotaan.
Menurut Apersi, China saat ini melakukan moratorium kepemilikan properti bagi orang asing guna mencegah meningkatnya angka kekurangan pasokan perumahan (backlog). Hongkong juga mulai membatasi kepemilikan properti oleh orang asing dengan cara menaikkan pajak. Liberalisasi sektor properti otomatis membuat harga properti melejit naik sehingga dapat dipastikan masyarakat berpenghasilan rendah tidak akan mendapatkan rumah yang layak huni,
Senior Manajer Konsultan Properti Jones Lang LaSalle Indonesia, Anton Sitorus, menyatakan, pembatasan hak kepemilikan properti oleh WNA berupa Hak Pakai atau Hak Sewa merupakan langkah mundur dari pemerintah. Anton menjelaskan, apartemen dan kondominium yang dibangun di Indonesia pada umumnya dibangun di atas tanah Hak Guna Bangunan (HGB).
Adapun Hak Pakai berlaku untuk hunian di atas tanah Hak Pakai atas Tanah Negara. Revisi aturan kepemilikan properti oleh WNA tidak akan ada artinya jika kepemilikan aset itu masih sebatas Hak Pakai. Menurut Menteri Perumahan Rakyat, Suharso Monoarfa, kemungkinan kepemilikan properti oleh asing tidak ada Hak Milik dan HGB. Yang mungkin ada adalah Hak Sewa dan Hak Pakai, tetapi jangka waktu Hak Pakai-nya akan diperpanjang.
Menurut Anton Sitorus, hukum pertanahan di Indonesia sangat rumit. Peraturan perundang-undangan membagi hak atas tanah dalam be- berapa kategori, mulai dari Hak Milik, Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Pakai, Hak Sewa, dan Hak Milik atas Satuan Rumah Susun. Padahal, perbankan cenderung masih enggan menerima agunan properti beru- pa Hak Pakai. Di Malaysia, Singapura, dan Hongkong tidak dikenal isti- lah Hak Pakai untuk properti. Kepemilikan properti di Singapura, hanya terbagi dua, yaitu freehold (seperti Hak Milik) dan leasehold (serupa HGB).
Anton Sitorus menyatakan yang dibutuhkan saat ini adalah revisi Undang- Undang Pokok Agraria/UUPA (UU Nomor 5/1960), yang mengatur jenis kepemilikan tanah. Tanpa aturan yang jelas, sulit mengharapkan warga negara asing mau membeli properti lebih banyak untuk menggerakkan
sektor riil di Indonesia. Berdasarkan riset Konsultan Properti Jones Isaat ini diperkirakan mencapai 83.000 orang. Jumlah tersebut tida Lang LaSalle Indonesia, potensi pasar properti bagi konsumen asing termasuk potensi turis asing yang berwisata secara rutin ke Indonesia dan berminat memiliki hunian di daerah wisata, seperti di Pulau Bali Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla telah menerbitkan PP Nomor 103/2015 guna mengubah PP Nomor 41/1996 tentang Pemilikan Rumah Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia.
Dalam rangka mendukung pembangunan yang semakin meningkat seiring kerjasama Indonesia dengan negara-negara sahabat dan meningkatnya jumlah Orang Asing yang bekerja dan menjalankan usahanya di Indonesia, mengakibatkan permintaan kebutuhan rumah tempat tinggal atau hunian bagi Orang Asing semakin meningkat, sehingga perlu dibuat kebijakan yang memberikan kepastian hukum dan kemudahan pemberian pelayanan serta izin memperoleh hak atas tanah untuk rumah tempat tinggal atau hunian bagi Orang Asing.
Kemudahan yang diberikan tersebut dilakukan dengan tetap meme- gang prinsip-prinsip pertanahan di antaranya prinsip nasionalitas yang menyatakan bahwa hanya Warga Negara Indonesia yang dapat memi- liki Hak Milik, sedangkan Orang Asing hanya dapat diberikan hak atas tanah berupa Hak Pakai dan Hak Sewa. Sehubungan dengan hal terse- but, maka perlu adanya pembatasan terhadap rumah tempat tinggal atau hunian yang akan diberikan kepada Orang Asing.
Berdasarkan Pasal 2 PP Nomor 103/2015 Orang Asing yang tinggal di Indonesia dapat memiliki rumah untuk tempat tinggal atau hunian dengan status Hak Pakai. Orang Asing tersebut harus memiliki izin tinggal di Indonesia sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang imigrasi. Aset properti milik Orang Asing tersebut dapat diwariskan, namun pewarisnya harus juga memiliki izin tinggal
Indonesia.
Warga Negara Indonesia (WNI) yang melaksanakan perkawinan dengan Orang Asing dapat memiliki hak atas tanah yang sama dengan
WNI lainnya, sepanjang hak atas tanah tersebut bukan merupakan harta bersama yang dibuktikan dengan perjanjian pemisahan harta antara suami dan istri yang dibuat dengan akta notaris.176 Aturan ini dimaksudkan untuk menutup peluang praktik penyimpangan pemilikan tanah berstatus Hak Milik atau HGB oleh Orang Asing bermodus kawin campur. Di daerah wisata seperti Bali dan Puncak Bogor sering dijumpai Orang Asing menikahi penduduk lokal agar bisa menguasai tanah- tanah berstatus Hak Milik atau HGB, padahal semestinya Orang Asing hanya boleh memiliki hunian berstatus Hak Pakai.
Rumah tempat tinggal atau hunian yang dapat dimiliki Orang Asing meliputi:
1. Rumah Tunggal di atas tanah Hak Pakai; atau Hak Pakai di atas Hak Milik yang dikuasai berdasarkan perjanjian pemberian Hak Pakai di atas Hak Milik dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah.
2. Satuan Rumah Susun yang dibangun di atas bidang tanah Hak Pakai,
Orang Asing diberikan Hak Pakai untuk Rumah Tunggal pembelian baru dan Hak Milik atas Sarusun di atas Hak Pakai untuk Sarusun pembelian unit baru.178 Aturan ini dengan kata lain melarang Orang Asing membeli aset properti hunian bekas pakai, sehingga kebijakan ini dapat mendorong pertumbuhan industri properti nasional.
Rumah Tunggal yang diberikan di atas tanah Hak Pakai bagi Orang Asing yang bertempat tinggal di Indonesia diberikan selama 30 tahun dan dapat diperpanjang 20 tahun. Dalam hal jangka waktu perpanjangan berakhir, Hak Pakai dapat diperbaharui selama 30 tahun. 179 Berdasarkan aturan ini Orang Asing yang tinggal di Indonesia dapat memiliki Rumah Tunggal berstatus Hak Pakai selama maksimal 80 tahun.
Rumah Tunggal berstatus Hak Pakai di atas tanah Hak Milik yang dikuasai berdasarkan perjanjian notariil diberikan Hak Pakai untuk jangka waktu yang disepakati namun tidak lebih lama dari 30 tahun. Jika jangka waktu berakhir, Hak Pakai dapat diperpanjang paling lama
20 tahun sesuai kesepakatan dengan pemegang hak atas tanah, jangka waktu perpanjangan berakhir, Hak Pakai dapat diperbahar paling lama 30 tahun sesuai kesepakatan dengan pemegang hak at tanah.180 Berdasarkan aturan ini Orang Asing yang tinggal di Indonesia dapat memiliki Rumah Tunggal berstatus Hak Pakai di atas tanah Ha
Milik selama maksimal 80 tahun.
Perpanjangan dan pembaharuan izin pemilikan properti bagi Orang Asing dapat dilaksanakan sepanjang Orang Asing tersebut masin memiliki izin tinggal di Indonesia. Perjanjian pemilikan properti bag Orang Asing wajib dicatat dalam buku tanah dan sertifikat hak atas
tanah yang bersangkutan.
Apabila Orang Asing atau ahli warisnya yang merupakan Orang Asing yang memiliki rumah yang dibangun di atas tanah Hak Pakai ata berdasarkan perjanjian dengan pemegang hak atas tanah tidak lag berkedudukan di Indonesia, maka dalam jangka waktu 1 tahun orang tersebut wajib melepaskan atau mengalihkan hak atas rumah dan tanahnya kepada pihak lain yang memenuhi syarat.
Apabila dalam jangka waktu yang ditentukan, hak atas rumah dan tanahnya tersebut belum dilepaskan atau dialihkan kepada pihak lain yang memenuhi syarat, maka rumah dilelang oleh Negara, jika rumah tersebut dibangun di atas tanah Hak Pakai atas tanah Negara dan hasil lelang menjadi hak dari bekas pemegang hak atas tanah. Rumah menjadi milik pemegang hak atas tanah, jika rumah tersebut dibangun di atas tanah berdasarkan perjanjian antara Orang Asing denga
pemilik hak atas tanah.
Pemerintahan Joko Widodo – Jusuf Kalla telah menerbitkan PP 103/2015 guna mengubah PP Nomor 41/1996 tentang Pemilikan Rumah Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia.
Berdasarkan Pasal 2 PP Nomor 103/2015 Orang Asing yang memiliki izin tinggal di Indonesia dapat memiliki aset properti berupa rumah untuk tempat tinggal atau hunian dengan status Hak Pakai. Aset properti milik Orang Asing tersebut dapat diwariskan, namun pewarisnya harus juga
memiliki izin tinggal di Indonesia.
Rumah tempat tinggal atau hunian yang dapat dimiliki Orang Asing meliputi: a) Rumah Tunggal di atas tanah Hak Pakai; atau Hak Pakai di atas Hak Milik yang dikuasai berdasarkan perjanjian pemberian Hak Pakai di atas Hak Milik dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah. b) Satuan Rumah Susun yang dibangun di atas bidang tanah Hak Pakai.
Rumah Tunggal yang diberikan di atas tanah Hak Pakai bagi Orang Asing yang bertempat tinggal di Indonesia diberikan selama 30 tahun dan dapat diperpanjang
20 tahun. Dalam hal jangka waktu perpanjangan berakhir, Hak Pakai dapat diperbaharui selama 30 tahun. Berdasarkan aturan ini Orang Asing yang
memiliki izin tinggal di Indonesia dapat memiliki Rumah Tunggal di atas tanah Hak Pakai selama maksimal 80 tahun.
Rumah Tunggal berstatus Hak Pakai di atas tanah Hak Milik yang dikuasai berdasarkan perjanjian notariil diberikan Hak Pakai untuk jangka waktu yang disepakati namun tidak lebih lama dari 30 tahun. Jika jangka waktu berakhir,
Hak Pakai dapat diperpanjang paling lama 20 tahun sesuai kesepakatan dengan pemegang hak atas tanah. Jika jangka waktu perpanjangan berakhir, Hak Pakai
dapat diperbaharui paling lama 30 tahun sesuai kesepakatan dengan pemegang
hak atas tanah. Berdasarkan aturan ini Orang Asing yang tinggal di Indonesia dapat memiliki Rumah Tunggal selama maksimal 80 tahun.
6) Menyelesaikan Pembayaran Obligasi Pembayaran dilakukan dengan mentrasnfer dana ke rekening Perusahaan Efek Yang telah kita pilih. Obligasi yang telah dibeli akan tercantum dalam rekening Perusahaan Efek
yang ada di KSEI. Pengalihan hak atas Obligasi
saat ini lebih mudah dilakukan karena perdagangan Obligasi dilakukan secara elektronik tanpa warkat (scripless trading).