Investasi dalam Hukum Islam | Rukun Investasi Investasi dipandang sah menurut hukum bila terpenuhinya tiga rukun yaitu :
- Pelaku (investor dan pengelola modal)
Kedua pihak di sini adalah investor dan pengelola modal. Keduanya disyaratkan memiliki kompetensi beraktivitas. Yakni orang yang tidak dalam kondisi bangkrut terlilit hutang. Orang yang bangkrut terlilit hutang, orang yang masih kecil, orang gila, orang ediot, semuanya tidak boleh melaksanakan transaksi ini.
Dan bukan merupakan syarat bahwa salah satu pihak atau kedua pihak harus seorang muslim. Boleh saja bekerja sama dalam bisnis penanaman modal ini dengan orang-orang kafir Ahlu Dzimmah (orang kafir yang dilindungi, pent.) atau orang-orang Yahudi dan Nashrani yang dapat dipercaya, dengan syarat harus terbukti ada-nya pemantauan terhadap aktivitas pengelolaan modal dari pihak muslim sehingga aktivitas tersebut terbebas dari riba dan berbagai bentuk jual beli yang berdasarkan riba.
- Akad perjanjian
Akad perjanjian ini merupakan titik awal terjadinya bisnis ini sekaligus sebagai dasar dari penentuan besaran prosentasi pembagian keuntungan. Maka dari itu dalam akad perjanjian ini harus dilaksanakan dalam keadaan sadar dan tidak ada unsur paksaan sehingga kedua pihak sama-sama ridho.
Baca Lagi badan-usaha-dalam-kegiatan-bisnis/
- objek transaksi
Objek transaksi dalam penanaman modal ini tidak lain adalah modal, usaha dan keuntungan.
- Modal
Syarat modal yang bisa digunakan investasi adalah harus merupakan alat tukar, seperti emas, perak atau uang secara umum. Modal ini tidak boleh berupa barang, kecuali bila disepakati untuk menetapkan nilai harga barang tersebut dengan uang. Sehingga nilainya itulah yang menjadi modal yang digunakan untuk memulai usaha.
Mengapa dilarang penanaman modal dengan meng-gunakan barang komoditi?. Alasannya adalah karena tidak jelasnya besar keuntungan saat pembagian keuntungan.
Ini terjadi karena harga barang itu (yang dijadikan modal) diketahui dengan perkiraan dan rekaan saja, dan itupun bisa ber-beda-beda dengan perbedaan alat tukar yang digunakan. Ketidak-jelasan itulah yang akhirnya akan menimbulkan kerusakan dan pertikaian. Karena ketika ia mengambil barang, harganya sekian. Dan ketika ia mengembalikannya, harganya sudah berbeda pula. Hal itupun berimbas pada ketidakjelasan keuntungan dan modal.
- Usaha
Usaha pokok dalam penanaman modal adalah di bidang perniagaan atau bidang-bidang terkait lainnya. Di antara yang tidak termasuk perniagaan adalah bila pengelola modal mencari keuntungan melalui bidang perindustrian. Bidang perindustrian tidak bisa dijadikan lahan penanaman modal, karena itu adalah usaha berkarakter tertentu yang bisa disewakan.
Kalau seseorang menanamkan modal untuk usaha perindustrian, maka penanaman modal itu tidak sah, seperti menanamkan modal pada usaha pemintalan benang yang kemudian ditenun dan dijual hasilnya. Atau untuk usaha penumbukan gandum, lalu setelah menjadi tepung diadoni dan dijual. Demikian seterusnya.
Hanya saja kalangan Hambaliyah berpandangan bahwa penanaman modal semacam itu dibolehkan, yakni dengan cara menyerahkan juga alat-alat perindustrian ke pengelola industri dengan imbalan sebagian dari keuntungan perusahaan.
Hal ini dikiyaskan dengan muzaraah. Mereka yang membolehkan beralasan bahwa alat itu adalah materi yang dikembangkan melalui usaha, sehingga sah diikat dengan perjanjian usaha dengan imbalan sebagian keuntungan perusahaan. Seperti modal tanah dalam muzara’ah.
Investasi dalam Hukum Islam Pengelola modal tidak boleh bekerjasama dalam penjualan barang-barang haram berdasarkan kesepakatan ulama. Seperti jual beli bangkai, darah, daging babi, minuman keras, dan jual beli riba atau yang sejenisnya.
- keuntungan
Keuntungan dalam bisnis ini adah hak kedua belah pihak, yang pembagiannya harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh hukum Islam :
-Diketahui secara jelas yang ditegaskan saat transaksi dengan prosentase tertentu bagi investor dan pengelola modal.
Yang perlu diingat, prosentasi ini bukan dari modal tapi dari keuntungan. Kesalahan yang sering terjadi adalah investor mendapatkan keunungan dari prosentase modal. Misalnya 10 % dari modal, apalagi ada embel-embel perbulan. Ini jelas-jelas haram karena yang seperti ini termasuk riba.
-Keuntungan dibagikan dengan prosentase yang sifatnya merata, seperti setengah, sepertiga atau seperempat dan sejenisnya. Kalau ditetapkan sejumlah keuntungan pasti (misalnya 5 juta) bagi salah satu pihak, sementara sisanya untuk pihak lain, maka menurut kesepakatan ulama investasi ini tidak sah , tanpa perlu diperdebatkan lagi.
Baca Juga asas-hukum-dagang/
Kaidah-Kaidah Dalam Investasi
Setelah kita membahas visi dari Investasi dalam islam, maka kita haru mengetahui kaidah-kaidah yang membantu para investor di lapangan agar bisa memenuhi visi diatas, ada tiga garis besar : Kaidah Keimanan, Kaidah Akhlak, Kaidah Sosial masyarakat, kaidah perekonomian dan kaidah syar`I pada investasida.
Kaidah keimanan
Dalam hal ini ada yang harus diyakini bagi seorang investor, yaitu harta yang ia kelola hanyalah sebuah titipan dari Sang Khaliq. Sebgaimana tercantum dalam QS Al-baqarah : 30, bahwa manusia hanyalah sebagai khalifah di muka bumi dan ditugaskan untuk memakmurkan dunia. Oleh karena itu manusia tidak berhak untuk membuat kerusakan di muka bumi.
Kaidah Akhlak
Salah satu misi dalam islam sendiri adalah menyempurnakan akhlaq. Dalam jenis aktivitas apapun islam selalu mengedepankan akhlak, begitu juga dengan investasi. Ada pilar yang sangat dikedepankan dalam kaidah ini : As-sidqu (kejujuran), Al-amaanah (kepercayaan), As-samaahah (toleransi), dan Al-ihsan (professional).
Kaidah sosial masyarakat
Investasi bukanlah tujuan akhir dalam ekonomi Islam. Investasi hanyalah sebuah alat untuk mewujudkan cita-cita yang lebih tinggi lagi yaitu berupa kesejarteraan sosial untuk individu dan masyarakat.
Kaidah perkeonomian
Dalam kaidah ini islam mendorong manusia untuk mengambil sebab akibat dalam memajukan perekonomian dengan mengambil untung. Islam meberikan kaidah prioritas dalam mewujudkan keunrungan dalam investasi.
Kaidah syar`I pada investasi
Ada banyak kaidah syari yang berlaku pada investasi, salah satunya adalah Al-ashlu fil asy-yaa` al-ibaahah (hukuum asal dari segala sesuatu adalah boleh). Dalam artian selam tidak ada dalil yang melarangnya maka hal tersebut boleh dilaksanakan. Maka investasi dalam hal ini boleh dilaksanakn karena tidak ada dalil yang melarang, namun jika investasi yang dijalankan bertentangan dengan visi diatas, hal tersebut menjadi dilarang. Investasi dalam Hukum Islam