notarisdanppat.com – FASILITAS LIKUIDITAS PEMBIAYAAN PERUMAHAN , Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) adalah salah satu bentuk bantuan pemerintah di sektor properti berupa pemberian subsidi bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR).
Dengan adanya kebijakan ini diharapkan beban bunga KPR yang harus ditanggung Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dapat diturunkan secara signifikan. Dana FLPP tersebut disalurkan pemerintah ke sejumlah bank yang telah ditunjuk guna dipakai mendanai KPR bersubsidi bagi konsumen MBR. Pada 2018, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menyatakan kelak FLPP akan dilebur dalam lembaga Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera).
Data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menunjukkan penyerapan yang cukup bagus. Realisasi fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) sejak Januari hingga 9 April 2019 sudah mencapai Rp2,9 triliun. Itu setara 40,8% dari total anggaran FLPP yang ditetapkan tahun ini yaitu Rp7,1 triliun.250 FLPP tersebut berasal dari
dana pemerintah Rp7 triliun dan dana perbankan Rp3 triliun.251
Rendahnya penyerapan FLPP berlangsung di tengah besarnya kekurang- an rumah. Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan Kementerian Pe- kerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Maurin Sitorus mengatakan, saat ini ada 13,5 juta keluarga di Indonesia yang belum memiliki rumah 252 Rendahnya penyaluran FLPP disebabkan karena pihak bank menunggu penyelesaian proyek pembangunan rumah bersubsidi, dan juga karena tidak semua bank penyalur KPR-FLPP, yang saat ini berjumlah 22 bank, memiliki kesiapan infrastruktur. Hingga kini, sebagian besar (95%) pe- nyaluran KPR-FLPP dikuasai Bank BTN.
Pemerintah pusat melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumah an Rakyat (PUPR) akan menaikan harga rumah bersubsidi sebesar 3% hingga 7,75% yang dibagi dalam 9 wilayah. Sebagai informasi tambahan dari data Kementerian PUPR di tahun 2018 batasan harga jual rumah sejahtera tapak paling tinggi yaitu di wilayah Jawa kecuali Jabodetabek yaitu Rp130 juta.
Kemudian Pulau Sumatra kecuali Kepulauan Riau dan Bangka Belitung Rp130 juta. Kalimantan Rp142 juta, Sulawesi harga paling mahal untuk rumah subsidi yaitu Rp136 juta. Ada pula Maluku & Maluku Utara sebesar Rp148,5 juta. Kemudian Bali & Nusa Tenggara Rp148,5 juta. Papua & Papua Barat Rp205 juta, Kepulauan Riau & Bangka Belitung Rp136 juta kemudian Jabotabek Rp148,5 juta.254 Masyarakat yang berhak membeli rumah bersubsidi ditetapkan harus berpenghasilan maksimal Rp3,5 juta per bulan. Menteri Perumahan Rakyat, saat itu Djan Faridz, menyatakan bahwa pemerintah juga akan
segera menaikkan harga patokan maksimum rumah tapak bersubsidi sebagai antisipasi dampak kenaikan harga BBM terhadap kenaikan a bahan baku. Langkah ini untuk mendorong pengembang agar tetap berminat memasok rumah bersubsidi. Jenis rumah yang disubsidi dapat berbentuk Rumah Sejahtera Tapak (RST) dan Rumah Sejahtera harga Susun (RSS),
Guna mempercepat penyediaan rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dan Masyarakat Berpenghasilan Menengah (MBM), Pemerintah telah membuat program bantuan pembiayaan perumahan melalui Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sejak 2010. FLPP dikelola oleh Badan Layanan Umum (BLU) Pusat Pembiayaan Perumahan pada Kementerian Perumahan Rakyat.
FLPP diatur berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 130/PMK.05/2010 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Per- tanggung-jawaban Dana Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan, serta PMK Nomor 185/PMK.05/2010 tentang Tarif Layanan Badan Lay- anan Umum Pusat Pembiayaan Perumahan pada Kementerian Peru- mahan Rakyat.
FLPP adalah dukungan fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan kepada Masyarakat Berpenghasilan Menengah (MBM) dan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang pengelolaannya dilaksanakan oleh Satuan Kerja BLU Pusat Pembiayaan Perumahan (BLU-PPP) pada Kementerian Perumahan Rakyat.
Dana FLPP bertujuan untuk mendukung program bantuan FLPP bagi MBM termasuk MBR untuk Kredit Kepemilikan Rumah Sederhana Sehat (KPRSH). Alokasi dana FLPP ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN) adalah Pengguna Anggaran atas dana FLPP. Pemimpin Satker Badan Layanan Umum Pusat Pembiayaan Perumahan (BLU-PPP) pada Kementerian Perumahan Rakyat bertindak selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atas dana FLPP.
Tarif layanan BLU Pusat Pembiayaan Perumahan (BLU-PPP) pada Kementerian Perumahan Rakyat adalah imbalan atas suku bunga
Kementerian PUPR menggandeng 43 bank dalam program KPR FLPP yang terdiri 39 bank pelaksana dan 4 bank operasional, yang berasal dari 11 bank umum dan 32 bank daerah. Bank pelaksana adalah Bank Artha Graha, BRI, BNI, Bank Mandiri, BTPN, Bank Sumut, Bank Riau Kepri, Bank Nagari, Bank Jambi, Bank Sumselbabel, Bank BJB, Bank DKI, Bank Jateng, Bank BPD DIY, Bank Jatim, Bank NTB. Bank NTT, Bank Bali, Bank Kaltimtara, Bank Kalbar, Bank Kalsel, Bank Kalteng, Bank SulutGo, Bank Sulteng, Bank Sultra, Bank Sulselbar, Bank Papua, Bank BRI Syariah, Bank Syariah Mandiri, Bank Aceh, Bank Sumut Syariah, Bank Jambi Syariah, Bank Sumselbabel Syariah, Bank BJB Syariah, Bank Jateng Syariah, Bank Jatim Syariah, Bank Kaltara Syariah, Bank Kalsel Syariah dan Bank Sulselbar Syariah. Bank operasional adalah Bank BTN, Bank BTN Syariah, Bank KEB Hana dan BRI Agro, 245
Proporsi dana FLPP yang disalurkan pemerintah untuk pembiaya an rumah subsidi resmi berkurang, dari 90% menjadi 75%. Sebaliknya, beban dana bertambah untuk perbankan, dari 10% jadi 25%. Dengan skema tersebut, diharapkan perbankan mampu mengurangi defisit perumahan atau backlog pada 2019 hingga mencapai 5,4 juta unit rumah. Penyaluran rumah subsidi yang dibantu 43 bank ini diharapkan dapat memangkas angka backlog pada tahun 2019. Menurut data tera khir 2015, nominal defisit perumahan mencapai 7,6 juta unit rumah.26
Direktur PT Sarana Multigriya Finansial (SMF), Heliantopo, menyatakan kebutuhan rumah di Indonesia terbilang cukup tinggi. Pada 2016, kelangkaan kepemilikan rumah alias back log menembus 11,6 juta unit. Bila dihitung mempertimbangkan laju pertumbuhan penduduk dan estimasi waktu, total kebutuhan rumah di Indonesia berkisar 1,46 Juta unit per tahun,247 Ini angka yang sangat besar meski sebenarnya belum menggambarkan keadaan yang sebenarnya karena tidak mem- pertimbangkan sekian juta keluarga yang tinggal di rumah-rumah yang tidak memenuhi standar kelayakan. Sebagai anggota Habitat Internasi- onal, Indonesia sebenarnya telah meratifikasi klausul rumah layak huni sebagai kebutuhan dasar. Konstitusi pun dengan tegas mewajibkan Negara mengadakan rumah yang layak bagi rakyat Indonesia (lihat UUD 1945 Pasal 28 H Ayat 1). Dalam sistem perumahan yang baik, peran pemerintah terutama memastikan bahwa sumber daya dasar perumahan yaitu lahan, bangunan, infrastruktur, dan fasilitas kredit lunak, dapat diakses oleh mayoritas masyarakat.
Singapura adalah contoh dominannya peran pemerintah dalam mengatasi masalah perumahan. Negeri pulau ini membentuk Housing Development Board (HDB) yang memiliki akses penguasaan tanah murah serta mengontrol 65% suplai rumah untuk pangsa pasar menengah- bawah. HDB dinilai suskes membangun rumah dan disewakan kepada masyarakat menengah-bawah. Singapura juga memiliki Central Providence Fund, yakni dana yang dihimpun dari masyarakat lewat pemotongan gaji untuk perumahan. Di Indonesia, lahan tidur yang disita dari pengembang besar bermasalah bisa dialihkan peruntukannya bagi perumahan menengah-bawah.249
Niat baik pemerintah menyediakan perumahan yang layak bagi seluruh warga negara termasuk golongan MBR tentu saja harus didukung kemauan politik yang kuat, salah satunya dengan menerbitkan kebijakan pemberian subsidi perumahan melalui skema FLPP. Kebijakan ini diharapkan dapat menurunkan beban bunga KPR bagi MBR.
Pembiayaan Bersama dengan Lembaga Keuangan Bank atas Fasilitas dana FLPP dari BLU-PPP kepada MBM dan MBR menggunakan pola KPR Sejahtera yang disalurkan melalui Lembaga Keuangan Bank
sebagai pelaksana FLPP (executing).
Tarif layanan BLU-PPP merupakan tarif dalam bentuk persentase suku bunga menurun (sliding) dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Tingkat suku bunga dari BLU-PPP ke Lembaga Keuangan Bank
paling tinggi sebesar 0,5% per tahun,
2. Tingkat suku bunga dari Lembaga Keuangan Bank ke MBM atau MBR paling tinggi sebesar tingkat suku bunga pada huruf a
ditambah 4,03%.
Tarif layanan tersebut merupakan tarif maksimal yang dikenakan oleh BLU-PPP dan Bank atas layanan KPR Sejahtera yang bersumber dari
dana FLPP.
Penetapan Pusat Pembiayaan Perumahan sebagai instansi yang mener- apkan pola pengelolaan Badan Layanan Umum (BLU) diatur berdasar kan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 290/KMK.05/2010. BLU Pusat Pembiayaan Perumahan (BLU-PPP) merupakan pelaksana kebijakan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Kebijakan FLPP merupakan terobosan dalam pengembangan pembiayaan peru- mahan jangka panjang. Pemerintah mengharapkan suku bunga KPR berada di bawah 10% atau menjadi satu digit dan tetap sepanjang masa tenor.
baca juga
- TIPS MEMILIH DEVELOPER & KONTRAKTOR
- TIPS MENGURUS PEMECAHAN, PEMISAHAN DAN PENGGABUNGAN TANAH
- TIPS MENGURUS PERUBAHAN STATUS TANAH
- TIPS MENGURUS SERTIFIKAT TANAH GIRIK
- TIPS JUAL-BELI RUMAH BEKAS PAKAI
Menteri Negara Perumahan Rakyat, Suharso Monoarfa, optimis pro- gram kebijakan FLPP mampu menghemat APBN sebesar Rp21 triliun hingga tahun 2014. Selain itu, FLPP diharapkan juga mampu meme- rangi suku bunga tinggi serta membantu penyediaan rumah bagi MBR. FLPP diprediksi dapat mengumpulkan dana Rp100 Triliun dalam tu- juh tahun mendatang. Apabila hal itu terwujud, maka FLPP ini tidak hanya digunakan untuk pembiayaan perumahan saja, tetapi juga bisa ditawarkan untuk pembangunan infrastruktur serta akses masyarakat dalam perumahan.
FLPP tidak akan membebani APBN, bahkan dapat menghemat APBN, sebab anggaran Kemenpera sebesar Rp2,6 triliun dipindahkan dari pos anggaran belanja ke pos pembiayaan. FLPP juga akan memberikan manfaat cukup besar bagi MBR karena bantuan yang diberikan ke masyarakat akan semakin besar serta jangka waktu angsuran KPR cukup panjang yakni sekitar 15 tahun.256
Direktur Utama Bank BTN, Iqbal Latanro, menyatakan skema FLPP bisa mendorong terciptanya besaran suku bunga KPR yang rendah, karena penempatan dana pemerintah di bank juga berbunga rendah. Dari komposisi yang ada, FLPP bisa menekan bunga KPR menjadi 8,15% fixed rate selama tenor pembiayaan. Bunga dana yang rendah mem- pengaruhi biaya dana alias cost of fund. Dengan biaya dana yang san- gat murah dipastikan suku bunga KPR bagi masyarakat akan sangat rendah. Skema FLPP ditetapkan pemerintah dengan mengambil dana APBN sebesar Rp3,1 triliun. Sebesar Rp2,6 triliun untuk penyaluran FLPP, sedangkan sisanya untuk keperluan transisi dari mekanisme sub- sidi perumahan menjadi FLPP.257
Penerapan FLPP masih mengalami kendala karena belum dikeluarkan- nya aturan perpajakan. Para Pengembang berharap, Pemerintah segera mengeluarkan aturan tentang FLPP yang baru agar penjualan peru- mahan semakin bergairah. Ketua Apersi Fery Sandiyana mengatakan, sebelumnya pemerintah membebaskan PPN untuk harga rumah hing- ga Rp55 juta. Sekarang, FLPP berlaku untuk harga rumah hingga Rp80 juta, tetapi soal pajak belum diatur. Jika konsumen dapat diringankan dari sisi pajak, maka minat mereka membeli rumah akan kian tinggi.258 Penyaluran dana berupa FLPP juga terkendala persyaratan teknis. Untuk memperoleh FLPP, masyarakat yang menjadi sasaran penyaluran dana harus memiliki NPWP dan SPT. Kepemilikan Rumah Sejahtera Tapak ditujukan bagi masyarakat dengan penghasilan maksimum Rp2,5 juta per bulan. Adapun untuk kepemilikan Rumah Sejahtera Susun hanya ditujukan bagi masyarakat dengan penghasilan Rp2,5 juta sampai Rp4,5 juta.
Syarat NPWP dan SPT menjadi kendala tersendiri bagi pengembang. Deputi Kementerian Perumahan Rakyat Bidang Pembiayaan, Sri Hartoyo, menjelaskan prosedur tersebut diperlukan untuk keberlangsungan penyaluran FLPP, sebab penyaluran bantuan ditujukan bagi masyarakat menengah ke bawah. Persyaratan tersebut untuk akuntabilitas penyaluran, dan yang paling memungkinkan berupa Nomor Pokok
per-
Wajib Pajak (NPWP) dan bukti Setoran Pajak Tahunan (SPT), 259 Irman A Zahiruddin, Direktur Operasional Bank BTN, berharap syaratan NPWP dan SPT tidak terlalu menghambat penyaluran dana FLPP. Namun, bagi masyarakat yang belum memiliki SPT, cukup me nyertakan NPWP. Kalau sudah ada, harus menyertakan keduanya. Hing- ga saat ini terdapat 6.151 unit KPR Sejahtera yang memperoleh ban- tuan FLPP dari total penerbitan KPR Sejahtera yang mencapai 82.370 unit. Adapun Rumah Sederhana Sehat di Jawa Timur baru terealisasi 13.000 unit dari target 20.000 unit. Dari jumlah itu, baru 699 unit yang menggunakan skema FLPP, sedangkan 6.927 unit menggunakan
skema sebelumnya.
Penyaluran bantuan FLPP masih terkendala adanya perubahan batasan rumah sederhana minimal harus memiliki luas bangunan 36 m2 (Tipe 36) sesuai Pasal 22 ayat (3) UU Nomor 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Dengan adanya aturan baru tersebut negara maka rumah sederhana yang bisa diberi fasilitas subsidi dari hanya yang memiliki luas bangunan 36 m2 (Tipe 36). Aturan baru ini dirasakan memberatkan bagi Apersi dan kalangan masyarakat kelas bawah sehingga mereka secara bersama-sama melakukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Batasan rumah sederhana minimal Tipe 36 tersebut telah membuat kelompok masyarakat berpenghasilan rendah akan kesulitan memiliki dan membangun rumah sendiri sebab saat ini harga rumah sederhana Tipe 36 telah mencapai Rp135 juta. Apersi berpendapat aturan batasan rumah sederhana sebaiknya diubah ke aturan sebelumnya yaitu minimal memiliki luas bangunan 21 m2 (Tipe 21) dengan harga sekitar Rp70 juta yang mengusung konsep Rumah Inti Tumbuh (RIT).
Kemenpera saat ini membuat kebijakan pendukung FLPP berupa pembebasan biaya sertifikasi tanah, perizinan SIPPT dan IMB, pajak (PPN), penyambungan listrik, gambar instalasi listrik, dan penyambungan air minum. Kemenpera juga akan memberikan bantuan prasarana, sarana, dan utilitas (PSU) berupa jalan lingkungan, drainase, jaringan air minum, jaringan listrik, persampahan, dan air limbah.
Guna mempercepat penyediaan rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) pembiayaan perumahan melalui Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sejak 2010. FLPP dikelola oleh Badan Layanan Umum Pusat Pembiayaan Perumahan (BLU-PPP) pada
Kementerian Perumahan Rakyat.
Tarif layanan BLU-PPP merupakan tarif dalam bentuk persentase suku bunga menurun (sliding) dengan ketentuan sebagai berikut:
a) Tingkat suku bunga dari BLU-PPP ke Bank paling tinggi 0,5% per tahun, b) Tingkat suku bunga dari Bank ke MBM/ MBR paling tinggi sebesar tingkat suku bunga pada huruf a ditambah 4,03%,
Tarif layanan tersebut merupakan tarif maksimal yang dikenakan oleh BLU-PPP dan Bank atas layanan KPR Sejahtera yang bersumber dari dana FLPP.
Skema FLPP bisa mendorong terciptanya suku bunga KPR yang rendah, karena penempatan dana pemerintah di bank juga berbunga rendah. FLPP bisa menekan suku bunga KPR menjadi 8,15% fixed rate selama tenor pembiayaan.
Skema FLPP ditetapkan pemerintah dengan mengambil dana APBN sebesar Rp3,1 triliun. Sebesar Rp2,6 triliun untuk penyaluran FLPP, sedangkan sisanya untuk keperluan transisi dari mekanisme subsidi perumahan menjadi FLPP
Penyaluran bantuan FLPP masih terkendala adanya perubahan batasan rumah sederhana minimal harus memiliki luas bangunan 36 m2 (Tipe 36) sesuai Pasal 22 ayat (3) UU Nomor 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Dengan adanya aturan baru tersebut maka rumah sederhana yang bisa diberi fasilitas subsidi dari negera hanya yang memiliki luas bangunan 36 m2 (Tipe 36). Aturan baru ini dirasakan memberatkan Apersi dan kalangan masyarakat kelas bawah sehingga mereka melakukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).